Kumpulan hadits lemah dan Palsu No. 46-50

HADITS KE EMPAT PULUH ENAM


الساكت عن الحق شيطان أخرس


“Diam dari kebenaran adalah setan akhros”


Hadits ini tidak memiliki asal yang shahih maupun lemah dari Shalallahu ‘alahi wassallam bahkan dari sahabat maupun tabi’in. (Nukilan dari Tuhfathul Muhibbin. Hal. 81)



HADITS KE EMPAT PULUH TUJUH


صوموا تصحوا


“Berpuasalah maka kalian akan sehat”


Berkata Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah : (Hadits) Lemah,  Dikeluarkan oleh At-Thabrani dalam Al-Ausath dan Abu Nua’im dalam At-Tibb dari Abu Hurairah Rhadiyallahu’ anhu(Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah No. 253 dengan ringkasan)





HADITS KE EMPAT PULUH DELAPAN


طلب الحلال جهاد


Mencari nafkah yang halal adalah Jihad”


Berkata Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah : (Hadits) Lemah,  Dikeluarkan oleh Muhammad bin Makhlad dalam kitabnya Al-Fawa’id disandarkan dari Ibnu Abbas dari Nabi Shalallahu ‘alahi wassallam (Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah No. 1301)


Dalil tentang keutamaan mencari nafkah yang halal diantaranya adalah hadits dari Abu Hurairah Rhadiyallahu’ anhu, Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam bersabda :


لأَنْ يَحْتَطِبَ أَحَدُكُمْ حُزْمَةً عَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ أَحَدًا فَيُعْطِيَهُ أَوْ يَمْنَعَهُ


ٍ        ”Seorang hamba memikul kayu bakar di atas punggungnya lebih baik baginya dibanding meminta seseorang, baik dia diberi atu tidak” (Bukhari-Muslim)



HADITS KE EMPAT PULUH SEMBILAN


عَلِّمُوا أَبْنَاءَكُمُ السِّبَاحَةَ وَالرَّمْيَ، وَالْمَرْأَةَ الْمِغْزَلَ


“Ajarilah anak-anak kalian berenang dan memanah dan wanita-wanita kalian  Merayu”


Berkata Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah : (Hadits) sangat Lemah, Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam As-Syu’ab dari ibnu Umar secara marfu. (Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah no. 2877 dengan ringkasan)


Datang pula dengan lafadz yang hampir serupa, silahkan merujuk Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah No. 3876.


Datang dengan lafadz  lain , datang dari Sa’ad bin Abi Waqosh Rhadiyallahu’ anhusecara marfu :


عليكم بالرمى فإنه من خير لعبكم


“”Wajib bagi kalian untuk (belajar) memanah, sesungguhnya memanah adalah sebaik-baik permainan”


Hadits ini dihasankan oleh Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah dalam Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah No. 628.


Datang juga dengan lafadz :


كل شيء ليس من ذكر الله عز وجل فهو لهو أو سهو إلا أربع خصال مشي الرجل بين الغرضين وتأديبه فرسه وملاعبته أهله وتعليم السباحة


Artinya : “Segala sesuatu yang bukan merupakan dzikir kepada Allah adalah perbuatan yang sia-sia dan lalai kecuali empat perkara : Berjalanya seorang laki-laki antara dua tujuan, melatih kudanya, bermain-main dengan keluarganya dan belajar berenang “ (HR. At-Thabarni dari Jabir Bin Abdillah dan Jabir bin Umair Radhiyallahu' anhum secara marfu)


Hadits ini dishahihkan Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah dalam Silsilah Al-Ahadits As-Shahihah No. 315



HADITS KELIMA PULUH


طلب العلم أفضل عند الله من الصلاة والصيام والحج والجهاد فى سبيل الله


“Menuntut ilmu lebih mulia di sisi Allah, dibanding Sholat, Puasa, Haji dan Jihad fi Sabiilillah”


Berkata Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah : (Hadits) palsu. Dikeluarkan oleh Ad-dailami (2/268) dari Ibnu Abbas secara marfu.


Datang juga dengan Lafadz :


طلب العلم ساعة خير من قيام ليلة وطلب العلم يومًا خير من صيام ثلاثة أشهر


“Menuntut ilmu sesaat lebih baik dari sholat satu malam dan menuntut ilmu satu hari lebih baik dari puasa tiga bulan.”


Hadits dengan lafadz ini pun dihukumi sebagai hadits palsu oleh Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah , Dikeluarkan oleh Ad-Dailami dari Ibnu Abbas Rhadiyallahu’ anhuma secara marfu ( silahkan merujuk Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah No. 3828)

Kumpulan Hadits lemah dan palsu No. 46-50

HADITS KE EMPAT PULUH ENAM


الساكت عن الحق شيطان أخرس


“Diam dari kebenaran adalah setan akhros”


Hadits ini tidak memiliki asal yang shahih maupun lemah dari Shalallahu ‘alahi wassallam bahkan dari sahabat maupun tabi’in. (Nukilan dari Tuhfathul Muhibbin. Hal. 81)



HADITS KE EMPAT PULUH TUJUH


صوموا تصحوا


“Berpuasalah agar kalian sehat”


Berkata Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah : (Hadits) Lemah,  Dikeluarkan oleh At-Thabrani dalam Al-Ausath dan Abu Nua’im dalam At-Tibb dari Abu Hurairah Rhadiyallahu’ anhu(Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah No. 253 dengan ringkasan)





HADITS KE EMPAT PULUH DELAPAN


طلب الحلال جهاد


Mencari nafkah yang halal adalah Jihad”


Berkata Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah : (Hadits) Lemah,  Dikeluarkan oleh Muhammad bin Makhlad dalam kitabnya Al-Fawa’id disandarkan dari Ibnu Abbas dari Nabi Shalallahu ‘alahi wassallam (Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah No. 1301)


Dalil tentang keutamaan mencari nafkah yang halal diantaranya adalah hadits dari Abu Hurairah Rhadiyallahu’ anhu, Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam bersabda :


لأَنْ يَحْتَطِبَ أَحَدُكُمْ حُزْمَةً عَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ أَحَدًا فَيُعْطِيَهُ أَوْ يَمْنَعَهُ


ٍ        ”Seorang hamba memikul kayu bakar di atas punggungnya lebih baik baginya dibanding meminta seseorang, baik dia diberi atu tidak” (Bukhari-Muslim)



HADITS KE EMPAT PULUH SEMBILAN


عَلِّمُوا أَبْنَاءَكُمُ السِّبَاحَةَ وَالرَّمْيَ، وَالْمَرْأَةَ الْمِغْزَلَ


“Ajarilah anak-anak kalian berenang dan memanah dan wanita-wanita kalian  Merayu”


Berkata Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah : (Hadits) sangat Lemah, Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam As-Syu’ab dari ibnu Umar secara marfu. (Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah no. 2877 dengan ringkasan)


Datang pula dengan lafadz yang hampir serupa, silahkan merujuk Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah No. 3876.


Datang dengan lafadz  lain , datang dari Sa’ad bin Abi Waqosh Rhadiyallahu’ anhusecara marfu :


عليكم بالرمى فإنه من خير لعبكم


“”Wajib bagi kalian untuk (belajar) memanah, sesungguhnya memanah adalah sebaik-baik permainan”


Hadits ini dihasankan oleh Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah dalam Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah No. 628.


Datang juga dengan lafadz :


كل شيء ليس من ذكر الله عز وجل فهو لهو أو سهو إلا أربع خصال مشي الرجل بين الغرضين وتأديبه فرسه وملاعبته أهله وتعليم السباحة


Artinya : “Segala sesuatu yang bukan merupakan dzikir kepada Allah adalah perbuatan yang sia-sia dan lalai kecuali empat perkara : Berjalanya seorang laki-laki antara dua tujuan, melatih kudanya, bermain-main dengan keluarganya dan belajar berenang “ (HR. At-Thabarni dari Jabir Bin Abdillah dan Jabir bin Umair Radhiyallahu' anhum secara marfu)


Hadits ini dishahihkan Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah dalam Silsilah Al-Ahadits As-Shahihah No. 315



HADITS KELIMA PULUH


طلب العلم أفضل عند الله من الصلاة والصيام والحج والجهاد فى سبيل الله


“Menuntut ilmu lebih mulia di sisi Allah, dibanding Sholat, Puasa, Haji dan Jihad fi Sabiilillah”


Berkata Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah : (Hadits) palsu. Dikeluarkan oleh Ad-dailami (2/268) dari Ibnu Abbas secara marfu.


Datang juga dengan Lafadz :


طلب العلم ساعة خير من قيام ليلة وطلب العلم يومًا خير من صيام ثلاثة أشهر


“Menuntut ilmu sesaat lebih baik dari sholat satu malam dan menuntut ilmu satu hari lebih baik dari puasa tiga bulan.”


Hadits dengan lafadz ini pun dihukumi sebagai hadits palsu oleh Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah , Dikeluarkan oleh Ad-Dailami dari Ibnu Abbas Rhadiyallahu’ anhuma secara marfu ( silahkan merujuk Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah No. 3828)




HADITS KE EMPAT PULUH ENAM


الساكت عن الحق شيطان أخرس


“Diam dari kebenaran adalah setan akhros”



Hadits ini tidak memiliki asal yang shahih maupun lemah dari Shalallahu ‘alahi wassallam bahkan dari sahabat maupun tabi’in. (Nukilan dari Tuhfathul Muhibbin. Hal. 81)



HADITS KE EMPAT PULUH TUJUH


صوموا تصحوا


“Berpuasalah agar kalian sehat”



Berkata Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah : (Hadits) Lemah,  Dikeluarkan oleh At-Thabrani dalam Al-Ausath dan Abu Nua’im dalam At-Tibb dari Abu Hurairah Rhadiyallahu’ anhu(Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah No. 253 dengan ringkasan)





HADITS KE EMPAT PULUH DELAPAN


طلب الحلال جهاد


Mencari nafkah yang halal adalah Jihad”



Berkata Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah : (Hadits) Lemah,  Dikeluarkan oleh Muhammad bin Makhlad dalam kitabnya Al-Fawa’id disandarkan dari Ibnu Abbas dari Nabi Shalallahu ‘alahi wassallam (Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah No. 1301)


Dalil tentang keutamaan mencari nafkah yang halal diantaranya adalah hadits dari Abu Hurairah Rhadiyallahu’ anhu, Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam bersabda :


لأَنْ يَحْتَطِبَ أَحَدُكُمْ حُزْمَةً عَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ أَحَدًا فَيُعْطِيَهُ أَوْ يَمْنَعَهُ


ٍ ”Seorang hamba memikul kayu bakar di atas punggungnya lebih baik baginya dibanding meminta seseorang, baik dia diberi atu tidak” (Bukhari-Muslim)



HADITS KE EMPAT PULUH SEMBILAN


عَلِّمُوا أَبْنَاءَكُمُ السِّبَاحَةَ وَالرَّمْيَ، وَالْمَرْأَةَ الْمِغْزَلَ


“Ajarilah anak-anak kalian berenang dan memanah dan wanita-wanita kalian  Merayu”



Berkata Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah : (Hadits) sangat Lemah, Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam As-Syu’ab dari ibnu Umar secara marfu. (Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah no. 2877 dengan ringkasan)


Datang pula dengan lafadz yang hampir serupa, silahkan merujuk Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah No. 3876.


Datang dengan lafadz  lain , datang dari Sa’ad bin Abi Waqosh Rhadiyallahu’ anhusecara marfu :


عليكم بالرمى فإنه من خير لعبكم


“”Wajib bagi kalian untuk (belajar) memanah, sesungguhnya memanah adalah sebaik-baik permainan”


Hadits ini dihasankan oleh Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah dalam Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah No. 628.


Datang juga dengan lafadz :


كل شيء ليس من ذكر الله عز وجل فهو لهو أو سهو إلا أربع خصال مشي الرجل بين الغرضين وتأديبه فرسه وملاعبته أهله وتعليم السباحة


Artinya : “Segala sesuatu yang bukan merupakan dzikir kepada Allah adalah perbuatan yang sia-sia dan lalai kecuali empat perkara : Berjalanya seorang laki-laki antara dua tujuan, melatih kudanya, bermain-main dengan keluarganya dan belajar berenang “ (HR. At-Thabarni dari Jabir Bin Abdillah dan Jabir bin Umair Radhiyallahu' anhum secara marfu)


Hadits ini dishahihkan Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah dalam Silsilah Al-Ahadits As-Shahihah No. 315



HADITS KELIMA PULUH


طلب العلم أفضل عند الله من الصلاة والصيام والحج والجهاد فى سبيل الله


“Menuntut ilmu lebih mulia di sisi Allah, dibanding Sholat, Puasa, Haji dan Jihad fi Sabiilillah”


Berkata Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah : (Hadits) palsu. Dikeluarkan oleh Ad-dailami (2/268) dari Ibnu Abbas secara marfu.


Datang juga dengan Lafadz :


طلب العلم ساعة خير من قيام ليلة وطلب العلم يومًا خير من صيام ثلاثة أشهر


“Menuntut ilmu sesaat lebih baik dari sholat satu malam dan menuntut ilmu satu hari lebih baik dari puasa tiga bulan.”


Hadits dengan lafadz ini pun dihukumi sebagai hadits palsu oleh Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah , Dikeluarkan oleh Ad-Dailami dari Ibnu Abbas Rhadiyallahu’ anhuma secara marfu ( silahkan merujuk Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah No. 3828)



Kumpulan Hadits lemah dan palsu No. 41-45

HADITS KE EMPAT PULUH SATU


خمس خصال يفطرن الصائم و ينقضن الوضوء : الكذب و الغيبة و النميمة و النظر بشهوة و اليمين الكاذبة


Lima perkara yang membatalkan puasa dan membatalkan wudhu : Berdusta, mengadu domba, ghibah, memandang dengan syahwat dan bersumpah palsu”


Berkata Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah : (Hadits) Palsu, Diriwayatkan oleh Abul Qosim Al-Khiroqi dalam Asyaro Majalis minal amali (2/224) disandarkan dari Anas  Rhadiyallahu’ anhudari Nabi Shalallahu ‘alahi wassallam , Dikeluarkan oleh Ibnul Jauzi dalam Al-Mauduat(Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah no. 1708 dengan ringkasan)



HADITS KEEMPAT PULUH DUA


خير الأمور أوسطها


“Sebaik-baik perkara adalah pertengahannya”


Hadits ini Sanadnya sampai hingga Nabi Shalallahu ‘alahi wassallam adalah lemah dan Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dari ucapan Wahb bin Munabih, dan sanadnya Jayyid. (Diringkas dari Jilbab Mar’atil Muslimah hal. 30 karya Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah )



HADITS KE EMPAT PULUH TIGA


الدعاء مخ العبادة


“Doa adalah pusat Ibadah:


Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (3371) At-Thabrani dalam Al-Ausath (3196) disandarkan dari Anas  Rhadiyallahu’ anhudari Nabi Shalallahu ‘alahi wassallam. Dilemahkan oleh Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah dalam Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah 1/75 dan Ahkamul Jana’iz hal 194.


Lafadz yang shahih adalah :


الدعاء هو العبادة


“”Doa adalah ibadah”


Dikeluarkan oleh imam-imam kitab-kitab Sunan dengan sanad yang shahih. (Ringkasan dari Tuhfathul Muhibbin Hal. 73 dan Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah 1/75)


Dishahihkan pula hadist ini oleh Al-Allamah Muqbil bin Hady Al-Wadi'i dalam Shahihul Musnad 2/233 dari Nu’man bin Basyir Rhadiyallahu’ anhu.



HADITS KE EMPAT PULUH EMPAT


رجعنا من الجهاد الأصغر إلى الجهاد الأكبر جهاد النفس


“Kita telah kembali dari Jihad yang lebih kecil menuju jihad yang lebih besar, Jihad melawan diri sendiri (hawa nafsu)”


Berkata Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah : (Hadits) Mungkar. Al-Hafidz Al-Iroqi dalam Takrijul Ihya’ (2/6) berkata : “Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Az-Zuhud dari hadits Jabir Rhadiyallahu’ anhu“


Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ fatwa (11/197) : “Tidak memiliki asal dan tidak ada satu pun ahli ma’rifat (ahi hadits) meriwayatkannya dari ucapan maupun perbuatan Nabi Shalallahu ‘alahi wassallam . Jihad melawan orang kafir adalah termasuk dari amalan yang paling mulia bahkan pendekatan insan yang paling utama kepada Allah “ (Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah no. 2460 dengan ringkasan)



HADITS KE EMPAT PULUH LIMA


سلمان من أهل البيت


“Salman Al-Farisi adalah bagian dari kami, Ahlul Bait”


Berkata Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah : (Hadits) sangat lemah. Diriwayatkan dari Amr’ bin auf, Anas  bin Malik, Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib dan Zaid bin Abi Aufa. (Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah no. 3704)


Hadits ini dilemahkan pula oleh Al-Allamah Muqbil bin Hady Al-Wadi'i dalam Ar-Risalatani fil Masa’il ats-tsaman (hal. 19)


Datang dengan sanad yang hasan hingga Ali bin Abi Thalib Rhadiyallahu' anhu, beliau berkata :


دعوه فأنه رجل منا أهل


“Tingalkanlah dia, sesungguhnya dia seorang laki-laki bagian dari kami ahlul bait”


(Silahkan lihat Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah no. 3704 dengan ringkasan)

Kumpulan Hadits lemah dan palsu No. 36-40

HADITS KE TIGA PULUH ENAM


تسعة أعشار الرزق فى التجارة والجزء الباقى فى المواشى


“Sembilan puluh persen rejeki terdapat dalam perdagangan dan sisanya terdapat dalam perternakan”


Berkata Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah : (Hadits) Lemah,  Diriwayatkan oleh Abu Ubaid dalam Al-Gharib (2/52) dari Abdurrahman Al-Azdi secara marfu . Aku katakan (Al-Albani) : “Dan sanad ini lemah disebabkan Mursal” (Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah 3402 dengan ringkasan)



HADITS KE TIGA PULUH TUJUH


في لفظ " الجمعة حج المساكين" الجمعة حج الفقراء


“Sholat Jum’at adalah hajinya orang-orang fakir “ dan dalam lafadz yang lain “ Sholat Jun;at adalah hajinya orang-orang miskin”


Berkata Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah : (Hadits) Palsu. Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Akhbar Ashbahan (2/190) dan Al-Qodho’I (791) seluruhnya disandarkan dari Ibnu Abbas Rhadiyallahu’ anhuma. (Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah No. 191dengan ringkasan, lihat pula No. 192)



HADITS KETIGA PULUH DELAPAN


الجمعة واجبة على خمسين رجلا وليس على من دون الخمسين جمعة


Sholat Jum’at wajib atas 50 orang pria dan tidak wajib apabila kurang darinya”


Berkata Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah : (Hadits) Palsu. Diriwayatkan oleh At-Thabrani dalam Al-Mu’jamul Kabir (7952) Ibnu Adi (2/53) dan Ad-Daruquthni (164) disandarkan dari Abu Umamah Radhiyallahu' anhu secara marfu (Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah No. 1203 dengan ringkasan),


Silahakan merujuk lihat pula Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah No. 1204 [1]


HADITS KETIGA PULUH SEMBILAN


حب الوطن من الإيمان


“Cinta Negara adalah bagian dari Iman”


Berkata Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah : (Hadits) Palsu, sebagimana dikatakan oleh As-Shaghani (hal. 7) dan selainnya. Dan maknanya tidak lurus (tepat) (Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah No. 36 dengan ringkasan)


Berkata Al-Allamah Muqbil bin Hady Al-Wadi'i : “Hadits ini tidak tsabit dari Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam” (Al-Muqtaroh hal. 14)



HADITS KE EMPAT PULUH


الحجر الأسود يمين الله فى الأرض يصافح بها عباده


“Hajar Aswad adalah tangan kanan Allah di bumi, dengannya dia menyalami hamba-hambanya”


Berkata Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah : (Hadits) Mungkar, Dikeluarkan oleh Abu Bakar bin Khalad dalam Al-Fawa’id dan Ibnu Adi (2/17) disandarkan dari Jabir dari Nabi Shalallahu ‘alahi wassallam (Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah no. 223 dengan ringkasan)






[1] Sholat Jum’at sah dengan jumlah sahnya sholat Jama’ah ,yakni maknanya sholat Jum’at harus ditegakkan walaupun dengan dua orang saja. Satu menjadi Imam dan satu menjadi Ma’mum, Ini adalah pendapat As-Syaukani, As-Shon’ani, Ibnu Hazm, Al-Albani, dan Syaikh Yahya. (Lihat Ahkamul Jum’at)

Kumpulan Hadits lemah dan palsu No. 31-35

HADITS KETIGA PULUH SATU


إن شهر رمضان معلق بين السماء والأرض لا يرفع إلا بزكاة الفط


“Sesungguhnya bulan ramadhan tergantung antara langt dan bumi, tidak diangkat kecuali dengan (menunaikan) zakat fitrah”


Berkata Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah : (Hadits) Lemah,  Dicantumkan dalam Al-Jami’us Shogir karya Ibnu Syahin dan Ad-Dhiya’ disandarkan dari Jarir Rhadiyallahu’ anhu. …………..hingga ucapan beliau (Al-Albani)…: Kemudian sesungguhnya seandainya Hadits ini Shahih, maka merupakan dalil yang jelas bahwa diterimanya puasa Ramadhan tergantung dikeluarkannya zakat fitrah. Maka barangsiapa yang tidak mengeluarkannya maka tidak akan diterimanya puasanya, maka aku tidak mengetahui satu orang pun dari ulama yang berpendapat seperti ni (Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah no. 43 Dengan ringkasan dan sedikit perubahan)







HADITS KETIGA PULUH DUA


إن لكل شىء قلب وقلب القرآن يس من قرأ يس كتب الله له بقراءتها قراءة القرآن عشر مرات


“”Sesungguhnya pada (segala) sesuatu terdapat hati dan hati Al-Qur’an adalah surat Yasin, dan barangsiapa yang membacanya maka Allah mencatat untuknya ganjaran membaca Al-Qur’an sepuluh kali”


Berkata Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah : (Hadits) Palsu, Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (4/46) Ad-Darimi (2/456) Disandarkan dari Anas  Rhadiyallahu’ anhudari Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam (Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah No. 169 dengan ringkasan)




HADITS KETIGA PULUH TIGA


أول شهر رمضان رحمة ووسطه مغفرة وآخره عتق من النار


“Awal bulan Ramadhan adalah Rahmat, pertengahannya adalah ampunan dan bagian akhirnya adalah pembebasan dari api neraka “



Berkata Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah : (Hadits) Mungkar, Dikeluarkan oleh Al-Uqoili dalam Ad-Dhuafa (172) Ibnu Adi (1/165) Disandarkan dari Abu Hurairah Rodiyallahu' anhu , beliau berkata, bersabda Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam . (Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah No. 1569 dengan ringkasan)


Salah satu hadits shahih tentang keutamaan Ramadhan adalah Hadits Abu Hurairah, Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam bersabda :


إِذَا دَخَلَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ وَسُلْسِلَتْ الشَّيَاطِينُ


“Apabila masuk bulan ramadhan, dibuka pintu-pintu surga , ditutup pintu-pintu neraka dan dirantai setan-setan.” (Mutaffaqun alaih)



HADITS KETIGA PULUH EMPAT


أول ما خلق الله نور نبيك يا جابر


“Yang pertama diciptakan Allah adalah cahaya nabimu, wahai Jabir”



Hadist ini tidak ada asalnya dalam kitab-kitab hadits yang dikenal. Berkata Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah dalam Silsilah Al-Ahadits As-Shahihah (No. 458) tentang hadits diciptakannya malaikat dari cahaya : “Sesungguhnya hadits ini dalil yang jelas bahwasanya hanya malaikat saja yang mereka diciptakan dari cahaya, tidak termasuk adam dan keturunannya……….beliau juga berkata ….”Di dalam hadits ini terdapat isyarat tentang batilnya hadits yang tersebar di lisan-lisan manusia : “Yang pertama diciptakan Allah adalah cahaya nabimu, wahai Jabir” (Silsilah Al-Ahadits As-Shahihah No. 458 Dengan ringkasan dan sedikit perubahan )


Hadits yang shahih tentang awal penciptaan adalah hadits Ubadah bin Shamit Rhadiyallahu’ anhu:


إن أول ما خلق الله القلم


“Yang pertama diciptakan Allah adalah Pena (Al-Qolam)”


Hadist ini Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Dishahihkan Al-Allamah Muqbil bin Hady Al-Wadi'i dalam Al-Jami’us Shahih fil Qodar (134) Dishahihkan pula oleh Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah dalam Kitab-kitabnya diantaranya dalam Shahih Sunan Abi Dawud (4800)


Timbul pertanyaan, manakah yang lebih dahulu diciptakan Allah ?? Pena (Al-Qolam) atau Arsy Allah ?? Silahkan merujuk Syarah Aqidah At-Thahawiyah Ibnu Abil Iez






HADITS KE TIGA PULUH LIMA


تسحروا ولو بشربة من ماء وأفطروا ولو على شربة ماء


“Bersahurlah walaupun hanya dengan minuman air dan berbukalah walaupun hanya dengan minuman air”



Berkata Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah : (Hadits) Palsu. Diriwayatkan oleh Ibnu Adi (1/96) Disandarkan dari Ali Rhadiyallahu’ anhudari Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam .


Adapun bagian lafadz yang pertama


تسحروا ولو بشربة من ماء


“Bersahurlah walaupun hanya dengan minuman air “


Adalah hadits shahih ating dari Ibnu Umar Rhadiyallahu’ anhuma dari Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam dengan makna yang sama, dan dihasankan oleh Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah ( Nukilan Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah No. 1405 dan Shahih At-thargib 1071 Dengan ringkasan dan sedikit perubahan )


Adapun hadits tentang berbuka puasa dengan air , Insya Allah segera tiba pada hadits No. 58

Kumpulan Hadits lemah dan palsu No. 25-30

HADITS KEDUA PULUH LIMA


أصحابي كالنجوم ، فبأيهم اقتديتم اهتديتم


“Sahabat-sahabatku bagaikan bintang-bintang, kepada siapa saja dari mereka kalian mencari petunjuk maka kalian akan mendapatkannya”



Berkata Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah : (Hadits) Palsu, Diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Baar Dalam Jami’ul Ilmi (2/91) dan Ibnu Hazm dalam Al-Ihkam (6/82) dari Jabir Rhadiyallahu’ anhusecara Marfu. Datang juga dengan lafadz yang berbeda dengan makna yang sama dan semuanya lemah (Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah No. 58 sampai dengan 61)


Datang juga dengan lafadz :


أهل بيتي كالنجوم ، فبأيهم اقتديتم اهتديتم


“Anggota keluargaku bagaikan bintang-bintang, kepada siapa saja dari mereka kalian mencari petunjuk maka kalian akan mendapatkannya”


Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah pun menghukuminya sebagai Hadits Palsu. (Silahkan merujuk Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah No. 62)


Ibnu Abdil Baar menukil Asyhab berkata : “Aku mendengar Imam Malik berkata :”Tidak ada kebenaran kecuali satu dari dua pendapat yang berbeda, tidak mungkin keduanya sama-sama benar dan tidaklah Al-haq dan kebenaran kecuali hanya satu” ( Nukilan dari Tuhfathul Muhibbin hal 29).



HADITS KEDUA PULUH ENAM


اعرضوا حديثى على كتاب الله فإن وافقه فهو منى وأنا قلته


“Cocokkan haditsku ke dalam Kitabullah, apabila mencocokinya maka sesungguhnya hadits itu dariku dan aku mengatakannya”


Berkata Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah : (Hadits) Sangat Lemah,  Dikeluarkan oleh At-Thabrani dalam Al-Mu’jamul Kabir (1429) disandarkan dari Tsauban Rhadiyallahu’ anhu. Kemudian beliau (Al-Albani) menukil ucapan Ibnu Hazm dalam Al-Ihkam (2/82-86) : ”Sesungguhnya ucapan ini tidak akan mengatakannya kecuali Pendusta, Zindiq, Kafir dan orang yang tolol” (Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah No. 1400 dengan ringkasan)



HADITS KEDUA PULUH TUJUH


أعلنوا هذا النكاح واجعلوه في المساجد واضربوا عليه بالدفوف


“Umumkanlah pernikahan ini dan jadikanlah (Selenggarakanlah) di mesjid-mesjid serta pukullah di dalamnya rebana-rebana”



Berkata Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah : Dengan lafadz lengkap seperti ini maka Hadits ini adalah hadits Lemah. Dikeluarkan oleh At-Tirmidzi (1/202) dan Al-Baihaqi (7/290) Disandarkan dari Aisyah Rhadiyallahu' anha dari Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam .


Datang lafadz yang shahih dari Az-Zubair Rhadiyallahu’ anhudari Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam , beliau bersabda :


اعلنوا النكاح


Umumkanlah pernikahan”


Hadits ini Dihasankan oleh Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah dalam Adabu Zifaf (hal. 105)


Adapun bagian yang sesudahnya dari hadits ini, yakni :


واجعلوه في المساجد واضربوا عليه بالدفوف


Dan jadikanlah (Selenggarkanlah) di mesjid-mesid serta pukullah di dalamnya rebana-rebana”


Berkata Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah : “Adapun bagian yang sesudahnya, maka sesungguhnya aku tidak menemukan penguat, maka disebabkan hal itu maka bagian ini adalah mungkar “


Datang Hadits – hadits yang shahih tentang bolehnya memukul rebana pada hari pernikahan. Salah satunya adalah hadits yang dihasankan oleh Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah dalam Al-Irwaul Ghalil 1994 :


فصل ما بين الحلال والحرام الدف والصوت في النكاح


“Pemisah antara halal dan haram adalah rebana dan suara dalam pernikahan”


Hadits ini diriwayatkan oleh An-Nasa’i, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Muhammad bin Hatib dari Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam .


(Nukilan dengan ringkas dan sedikit perubahan dari Al-Irwaul Ghalil No. 1993-1994, Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah No. 978 dan Adabu Zifaf)



HADITS KEDUA PULUH DELAPAN


اقرأوا  يس على موتاكم


“Bacakanlah surat Yasin kepada orang yang meninggal di diantara kalian”



Berkata Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah : Dikeluarkan oleh Abu Dawud (3121) Ibnu Abi Syaibah (4/74) dan Al-Hakim (1/565) Disandarkan kepada Ma’qil bin Yasar Rhadiyallahu' anhu.


Abu Bakar bin Al-Arabi menukil dari Ad-Daruquthni, bahwa beliau berkata : “Hadits ini lemah sanadnya , tidak dikenal lafadznya dan tidak ada yang shahih hadits dalam permasalahan ini “ (Al-Irwaul Ghalil no 688 dengan ringkasan  )


Hadits ini dilemahkan pula oleh Al-Allamah Muqbil bin Hady Al-Wadi'i dalam beberapa kitab beliau, diantaranya dalam Ijabatus sa’il (hal. 421). Beliau berkata : “Hadits Lemah”





HADITS KEDUA PULUH SEMBILAN


التمسوا الرزق بالنكاح


“Carilah rejeki dengan menikah”


Berkata Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah : (Hadits) Lemah,  Diriwayatkan oleh Al-Wahidi dalam Al-Wasith dan oleh Ad-Dailami disandarkan dari Ibnu Abbas dari Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam.


Datang pula dengan lafadz :


تزوجوا النساء فإنهن يأتين بالمال


“Nikahilah para wanita, sesungguhnya mereka datang dengan harta”


Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushanaf. Berkata Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah : “(Hadits) Lemah” (Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah 2487 dan 3400 dengan ringkasan)



HADITS KETIGA PULUH


أمتى أمة مباركة لا يدرى أولها خير أو آخره


Umatku adalah umat yang diberkahi, tidak diketahui mana yang lebih baik, Generasi awalnya atau generasi akhirnya”



Berkata Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah : (Hadits) Lemah,  Diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dari Amr’ bin Utsman secara Mursal. (Dho’iful Jami’ 1375)


Datang pula dengan lafadz :


مثل أمتي مثل المطر لا يدرى أوله خير أم آخره


“Permisalan umatku adalah seperti hujan, tidak diketahui mana yang lebih baik, generasi awalnya atau generasi akhirnya”.


Hadits ini Dihasankan oleh Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah dengan berbagai jalur periwayatannya. (Takhrij Al-Musykat no. 6277)


Datang pula hadits yang shahih yang maknanya secara dzhohir menyelisihi makna hadits ini, sehingga dibutuhkan untuk melihat perkataan dan penjelasan para ulama dalam memahami dua hadits ini. Hadits yang kami maksud adalah hadits Ibnu Mas’ud Rhadiyallahu’ anhu, Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam bersabda :


خَيْرُ أُمَّتِي قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ


Sebaik-baik umat adalah kurunku (zaman para sahabat), kemudian kurun setelah mereka kemudian kurun setelah mereka “ (HR. Bukhari dan Muslim, dan lafadz ini adalah lafadz dari Shahih Muslim). Wallahu’ A’lam

Kumpulan Hadits lemah dan palsu No. 23 dan 24

HADITS KEDUA PULUH TIGA


أَكْثِرُوا ذِكْرَ اللهِ حَتَّى يَقُولُوا مَجْنُونٌ


“Perbanyaklah berdzikir,sampai-sampai mereka mengataimu sebagai orang gila”


Berkata Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah : (Hadits) Lemah,  Dikeluarkan oleh Al-Hakim (1/499) Ahmad (3/68) disandarkan dari Abu Sa’id Rhadiyallahu’ anhudari Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam. (Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah No. 517)



HADITS KEDUA PULUH EMPAT


ليس لفاسق غيبة


“Tidak ada ghibah untuk orang-orang fasik”


Berkata Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah : (Hadits) Batil, Diriwayatkan oleh At-Thabrani dalam At-Tarikh (hal. 236) Hadits ini disebutkan pula oleh Ibnul Qoyyim dalam Kitabnya Al-Manarul Munif , datang juga dengan lafadz yang berbeda-beda dengan makna yang sama . Berkata Ad-Daruquthni dan Al-Khotib : “Sungguh telah diriwayatkan dari berbagai jalan periwayatan dan semuanya batil(Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah No. 584 Dengan ringkasan dan sedikit perubahan)

Kumpulan Hadits lemah dan palsu No. 21 dan 22

HADITS KEDUA PULUH SATU


من صلى ليلة الفطر والأضحى لم يمت قلبه يوم تموت القلوب


“Barangsiapa yang Sholat (Sunnah)  di malam iedul ftri dan malam iedul adha, maka tidak akan mati hari di hari matinya hati-hati”


Berkata Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah : (Hadits) Palsu. Telah dikatakan dalam Al Mujma’ (2/198) : Diriwayatkan oleh At-Thabrani dalam Al-Kabir dan Al-Ausath dari Ubadah bin Shamit Rhadiyallahu’ anhu( Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah no. 520)


Datang juga dengan lafadz yang berbeda dengan makna yang hampir sama, silahkan merujuk Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah No. 521




HADITS KEDUA PULUH DUA


إذا عاد أحدُكم مريضا فلا يأكلْ عندَه شيئا فإنه حظُّه من عيادتِهِ


“Apabila salah seorang dari kalian menjenguk orang sakit, maka janganlah memakan sesuatu di sisinya, karena sesungguhnya itu adalah pahalanya dari kunjungannya”.


Berkata Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah : (Hadits) Sangat  Lemah, Diriwayatkan oleh   Ad-Dailami (1/1/68) dari Abu Umamah secara marfu. ………..hingga ucapan beliau (Al-Albani) :…….Dan sanad ini sangat lemah apabila bukan palsu. (Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah No. 2288 dengan ringkasan)

Tata cara Sholat Ied

SHOLAT IED


Sholat Ied wajib atas setiap Muslim laki-laki merdeka (bukan budak). Ini adalah pendapat Abu Hanifah, satu riwayat dari Ahmad dan yang tampak dari ucapan imam As-Syafi’i. Dan pendapat ini yang dipilih oleh Ibnul Qoyyim , Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, As-Sayukani, Shidiq Hasan Khan, As-Sa’di dan Ibnu Utsaimin Rahimahumullah . Berdasarkan hadits Ummu Athiyah Radhiyallahu’ anha :


أمرنا أن نخرج الحيض يوم العيدين وذوات الخدور فيشهدان جماعة المسلمين ودعوتهم ويعتزل الحيض عن مصلاهن قالت امرأة يا رسول الله إحدانا ليس لها جلباب ؟ قال ( لتلبسها صاحبتها من جلبابها )


Artinya : “Kami diperintah untuk mengeluarkan wanita-wanita haid dan pada dua hari raya agar mereka menyaksikan Jama’ah dan dakwah kaum muslimin dan wanita yang haid diperintah untuk menjauhi tempat sholat wanita. Maka berkata seorang wanita : Wahai Rasulullah , salah seorang dari kami tidak memiliki Jilbab” maka beliau berkata :”:Hendaklah sahabatnya memakaikan padanya dari jilbab yang dia miliki” (HR. Bukhori No. 334 dan Muslim No. 890)


Berkata Imam As-Syafi’i : “Barangsiapa yang wajib atasnya menghadiri sholat Jum’at maka wajib atasnya menghadiri sholat dua hari raya”


Dan salah dalil yang menguatkan pendapat ini adalah ketika hari ied jatuh pada hari Jum’at, maka bagi yang sudah melakukan sholat ied tidak wajib baginya melakukan sholat Jum’at. Dalam keadaan bahwa Sholat Jum’at hukumnya Wajib, dan tidaklah menghilangkan sesuatu yang wajib kecuali dengan yang wajib pula.


Adapun hukum keluarnya wanita ke tanah lapang adalah Sunnah Mustahabah, tidak ada bedanya apakah wanita muda atau lanjut usia. Ini adalah pendapat Alqamah, Ishaq, Ahmad dalam satu riwayat, Ibnu Hajar dan Ibnu Rajab.Dan boleh bagi wanita untuk sholat ied di rumahnya. Ini adalah pendapat Ibnu Rajab dan Malik.


Disunnahkan melaksanakan sholat ied di tanah lapang sebagaimana Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam melakukannya di tanah lapang, Ini adalah pendapat mayoritas ulama. Kecuali apabila ada udzur seperti hujan . Hal ini berlaku pula bagi penduduk Madinah dan Masjidil Aqsha, karena Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam selama di madinah tidak pernah melakukannya di mesjid beliau bahkan beliau melakukannya di tanah lapang. Sebagaimana dalam hadits Ummu Atiyah yang telah lewat . Dan dikecualikan oleh Ulama adalah penduduk Makkah, maka mereka tetap melaksanakannya di Masjidil Haram.


Dan bagi para wanita yang sedang haid atau nifas maka ditempatkan terpisah dari jama’ah kaum muslimin sebagaimana dalam hadits Ummu Athiyah Radhiyallahu’ anha .



CARA PELAKSANAAN SHOLAT IED:


Waktu sholat ied adalah sejak naiknya matahari dan telah hilang waktu yang dibenci untuk sholat . Ini adalah pendapat Ahmad. Dan berakhir waktunya ketika matahari tergelincir.


Tidak ada adzan dan tidak pula iqomah dalam sholat ied, sebagaimana dalam hadits Jabir bin Abdulllah Radhiyallahu’ anhum, berkata atha’ Rahimahullah :

Perkara-perkara yang terkait dengan Iedul Fitri

Diharamkan berpuasa di hari iedul fitri dan iedul Adha, dinukil Ijma’ oleh Ibnul Mundzir, Imam An-Nawawi dan Ibnu Hajar dalam permasalahan ini. Berdasarkan hadits Abu Sa’id Al-Khudri, Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam bersabda :


نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ الْفِطْرِ وَالنَّحْرِ


Artinya : “ Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam melarang dari berpuasa di  hari Iedul Fitri dan Hari raya kurban (HR. Bukhori No. 1991)


Disunnahkan untuk memperbanyak takbir pada iedul fitri di jalan-jalan, rumah, mesjid dan tempat-tempat lainnya, Ini adalah pendapat Mayoritas ulama.


Berdasarkan firman Allah ta’ala :


وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ


Artinya :Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur” (QS. Al-Baqarah : 185)


Dan takbir pada iedul fitri dimulai ketika terbenamnya matahari pada hari terakhir Ramadhan karena hari pada saat itu telah genaplah bilangan Ramadhan dan kita diperintahkan untuk bertakbir sebagaimana dalam ayat. Ini adalah pendapat Ibnu Musayyib, Urwah, Abu Salamah, Zaid bin Aslam dan As-Syafi’i. Dan berhenti bertakbir iedul fitri ketika imam bangkit untuk menegakkan sholat ied. Ini adalah pendapat sebagian ulama diantaranya Ibnu Utsaimin Rahimahullah .


Dan disunnhakan juga bagi wanita untuk bertakbir akan tetapi dengan suara yang pelan sebagaimana disebutkan permasalahan ini oleh Ibnu Rajab.

ZAKAT FITRAH

ZAKAT FITRAH


Zakat fitrah diwajibkan kepada kaum muslimin bersamaan dengan diwajibkannya puasa Ramadhan yaitu pada pada tahun ke Dua Hijriyah. Zakat disebutkan dalam Al-Qur’an bergandengan dengan penyebutan Sholat terdapat di 26 tempat, Hal ini menunjukkan pentingnya zakat dalam syariat.


Zakat Fitrah wajib atas setiap muslim, laki-laki atau perempuan , besar ataupun kecil, merdeka atau budak. Sebagaimana dalam hadits Ibnu Umar Radhiyallahu’ anhuma , beliau berkata :


فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَالانْثَى وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنْ الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاةِ


Artinya : "Rasulullah mewajibkan zakat fitrah satu sha' kurma atau satu sha' gandum atas setiap hamba sahaya dan orang merdeka, laki-laki dan wanita, kecil dan besar, laki-laki dan wanita dari kalangan kaum muslimin. Beliau memerintahkan agar zakat fitrah itu ditunaikan sebelum orang-orang keluar untuk shalat (Idul Fitri)." (HR.Bukhori No. 1503 Muslim 984)


Dinukil Ijma’ tentang wajibnya zakat fitrah oleh Ibnul Mundzir dan Al-baihaqi sebagaimana dinukil oleh oleh An-nawawi Rahimahumullah . Walaupun sebenarnya terdapat perbedaan pendapat dalam masalah ini, dan yang berpendapat wajib adalah mayoritas ulama.dan cukuplah bagi kita hadits Ibnu Umar Radhiyallahu’ anhuma yang baru lewat tentang wajibnya zakat fitrah.


Dan bagi seorang istri maka dikeluarkan zakat fitrah dari hartanya, sebagaimana dalam hadits Ibnu Umar Radhiyallahu’ anhuma bahwa zakat fitrah wajib atas laki-laki dan perempuan, Ini adalah pendapat Ats-Tsauri, Abu hanifah  dan pendapat ini yang dipilih oleh Ibnul Mundzir. Adapun apabila sang istri tidak memilki harta untuk menunaikan zakat fitrah maka dikeluarkan dari harta suaminya.


Anak-anak yang memilki harta , maka dikeluarkan dari hartanya sendiri, adapun apabila tidak memilki harta maka yang menunaikan adalah yang berhak menafkahinya. Ini adalah pendapat Mayoritas ulama. Sebagaimana dalam hadits Ibnu Umar Radhiyallahu’ anhuma bahwa zakat fitrah wajib atas dewasa dan anak kecil. Begitu juga anak yatim, wajib bagi mereka menunaikan zakat fitrah apabila mampu, Ini adalah pendapat mayoritas ulama diantaranya Ibnu Qudamah. Dan apabila tidak mampu maka walinya yang menunaikannya.


Begitu juga orang gila, wajib bagi walinya mengeluarkannya dari harta orang gila tersebut. Apabila tidak memilki harta maka dikeluarkan dari yang wajib menafkahinya. Karena zakat fitrah adalah zakat yang terkait dengan jiwa, bukan terkait apakah dia dibebani syariat atau tidak. Sebagaimana zakat fitrah juga diwajibkan atas bayi yang baru lahir dalam keadaan seorang bayi tidak dibebani kewajiban syariat seperti sholat dan puasa.


Janin yang masih di dalam perut atas pendapat yang shohih tidak wajib atasnya zakat fitrah. Ini adalah pendapat Mayoritas ulama, bahkan Ibnul Mundzir menukil Ijm’a dalam permasalahan ini. Karena janin yang belum keluar dari rahim tidak diberikan untuknya hukum-hukum syariat sebagaimana manusia yang sudah hidup ke dunia kecuali pada dua perkara : warisan dan wasiat , itupun dengan syarat apabila keluar dalam keadaan hidup.


Zakat fitrah diwajibkan bagi yang memilki kelebihan dari makanan bagi dirinya dan yang menjadi tangungannya pada malam iedul fitri hingga hari iedul fitri. Ini adalah pendapat Mayoritas ulama  diantaranya Malik, Az-Zuhri, Atha’, As-Syafi’i, Ahmad, Ibnul Mubarrok, Abu Tsaur dll. Sehingga tidak wajib zakat fitrah bagi yang tidak memilki makanan yang mencukupi bagi dirinya maupun yang menjadi tanggungannya pada malam ied  hingga hari ied. Adapun yang benar-benar tidak memiliki sesuatu untuk maka tidak wajib baginya zakat firah, sebagaimana dinukil Ijma’ oleh Ibnul Mundzir dalam permasalahan ini.


Ditunaikan zakat fitrah dengan jenis makanan pokok negeri tersebut, ini adalah pendapat mayoritas ulama diantaranya Malik, As-Syafi' Ibnul Qoyyim dan Syaikhul Islam.Karena tujuan utama sedekah adalah untuk memberikan manfaat kepada fakir miskin dan tentunya lebih bermanfaat kepada mereka apabila yang diberikan adalah makanan pokok mereka sehari-hari, sehingga akan menjadi kurang sempurna apabila yang disedekahkan kepada mereka adalah makanan yang bukan merupakan makanan pokok mereka . Sebagaimana firman Allah tentang kafaarat melanggar sumpah :


فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ


Artinya : “Maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, adalah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu” (QS. Al-Maidah : 89)


Dan tidak cukup menunaikan zakat menggunakan uang. Ini adalah pendapat mayoritas ulama diantaranya Malik, Ahmad, As-Syafi’i , Ibnul Mundzir dan pendapat ini dikuatkan oleh Ibnu Utsaimin. Karena pada zaman Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam telah terdapat mata uang dinar dan dirham akan tetapi tidak pernah dinukilkan dari Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam dan para sahabatnya mereka menunaikan zakat fitrah menggunakan dinar atau dirham dalam keadaan secara akal tentunya dinar dan dirham lebih mudah untuk digunakan. Dan agama tidak dibangun diatas akal akan tetapi dibangun diatas Sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam .


Berat zakat fitrah yang wajib ditunaikan adalah 1 sha’ nabi Shalallahu ‘alahi wassallam sebagaimana dalam hadits Ibnu Umar. 1 sha’ adalah 4 mud’ dan 1 mud adalah penuhnya 2 telapak tangan orang dewasa yang sedang , tidak besar maupun kecil.


Lajnah Da’imah lil Buhuts  wal Ifta’ (Dewan tetap untuk pembahasan (masalah syariat)dan fatwa) Saudi Arabia menaksir 1 Sha’ dengan berat kurang lebih 3 kg (Fatwa Lajnah Da’imah 9/371) begitu juga Syaikh Al-Bassam Rahimahullah beliau menaksirnya apabila dengan gandum berkualitas baik adalah seberat 3 Kilogram (Taudihul Ahkam 3/347). Adapun Ibnu Utsaimin Rahimahullah menaksirnya apabila dengan gandum yang berkualitas baik maka beratnya kurang lebih dengan 2 Kilogram 40 Gram (As-Syarhul Mumti’ 6/176)


Zakat fitrah wajib sejak terbenamnya matahari pada hari terakhir Ramadhan (malam iedul fitri) . Ini adalah pendapat At-Tsauri, Ahmad , Ishaq , An-Nawawi dan satu riwayat dari Imam Malik, Dan wajib dikeluarkan sebelum keluarnya manusia menuju sholat Ied sebagaimana dalam hadits Ibnu Umar Radhiyallahu’ anhuma yang telah lewat.


Zakat fitrah memiliki hukum khusus berbeda dari dari zakat-zakat lainnya (zakat harta, zakat barang temuan dll). Zakat fitrah tidak boleh dibagikan kecuali kepada fakir miskin, Inii adalah pendapat Syaikhul islam Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim, dan As-Syaukani dan Al-Allamah Al-Albani Rahimahumullah . Sebagaimana Kafaarat memberi makan bagi orang yang bersumpah palsu atau orang yang membunuh secara tidak sengaja  tidak boleh diberikan kecuali kepada orang miskin begitu juga juga zakat fitrah. Dan yang menguatkan pendapat ini adalah Hadits Ibnu Abbas Rhadiyallahu’ anhuma :


فرض رسول الله صلى الله عليه و سلم زكاة الفطر طهرة للصائم من اللغو والرفث وطعمة للمساكين


Artinya : “Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam telah mewajibkan zakat Fitrah, Pembersih untuk orang yang berpuasa dari perkataan yang tidak ada gunanya dan perkataan kotor dan makanan untuk orang-orang miskin” (Dihasankan Oleh Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah Abu Dawud No. 1420)


Dan menurut pendapat yang shohih adalah tidak boleh membagikannya kepada fakir miskin sebelum waktunya yakni sebelum terbenamnya matahari pada hari terakhir Ramadhan (malam iedul fitri). Adapun yang dilakukan sahabat Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam dengan menyerahkan zakat sehari atau dua hari sebelum ied[1] adalah menyerahkan kepada yang berhak mengumpulkannya (Amil zakat) bukan untuk dibagikan saat itu juga. Sehingga diperbolehkan mengumpulkan zakat sehari atau dua hari sebelum ied dan bukan untuk dibagikan sebelum waktunya.





[1] HR. Bukhari No. 1511

MALAM LAILATUL QADAR

MALAM LAILATUL QADAR


Atas pendapat yang shohih, Malam Lailatul Qadar terjadi diantara malam-malam ganjil pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan (21,23,25,27,29). Ini adalah pendapat Al-Hafidz, Abu Tsaur, Al- Mizzi, Ibnu Huzaimah, Ibnu Daqiqiel Ied dan sejumlah kalangan ulama. Berdasarkan hadits Aisyah dan Abu sa’id Radhiyallahu’ anhuma , Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam bersabda :


تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ الأوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ


Artinya : ”Berjaga-jagalah (carilah) Lailatul Qodar pada malam-malam ganjil di sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan” ( HR. Bukhari No. 2016-2017)


Dan bagi yang menghidupkan malam-malam lailatul qodar dengan ibadah yang disyariatkan maka dia termasuk yang dijanjikan mendapatkan keutamaan malam tersebut, walaupun dia tidak mengetahui bahwa malam tersebut adalah malam lailatul qadar. Ini adalah pendapat Ath-Thabari, Ibnu Arobi dan Sebagian ulama dan pendapat ini yang dikuatkan oleh Ibnu Utsaimin Rahimahullah .


Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam apabila Ramadhan telah memasuki sepuluh hari terakhir, beliau semakin menggiatkan ibadahnya. Sebagaimana dalam hadits Aisyah Radhiyallahu’ anha :


كان رسول الله صلى الله عليه و سلم إذا دخل العشر أحيا الليل وأيقظ أهله وجد وشد المئزر


Artinya : “Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam apabila telah memasuki sepuluh hari (terakhir dari Ramadhan), belliau membangunkan keluarganya (untuk beribadah), menggiatkan dan bersungguh-sungguh dalam ibadahnya” (HR. Muslim No. 1174)


Malam lailatul Qadar memilki beberapa tanda, diantaranya :


Hawa pada malam tersebut sedang, tidak panas tidak pula dingin. Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam bersabda :


و هي ليلة طلقة بلجة لا حارة و لا باردة


Artinya : “Dan Malam lailatul qadar adalah malam yang cerah dan terang, tidak panas dan tidak pula dingin “ (HR. Ibnu Huzaimah dari Jabir dan Ibnu  Abbas, dan Diriwayatkan Ahmad dari Ubadah, datang juga dari sahabat yang lain dan dihasankan oleh Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah dalam Shohihul Jami’ No. 5472 atau 5475 )


Turun hujan pada malam tersebut, sebagaimana dalam hadits  Abu Sa’id Radhiyallahu’ anhu , ketika beliau mengabarkan tentang jatuhnya malam lailatul qadar:


فمطرنا ليلة ثلاث وعشرين


Artinya : “Dan turun hujan pada kami pada malam dua puluh tiga (Ramadhan)” (HR. Bukhori No. 2118 dan Muslim No. 1168)


Pada pagi harinya matahari terbit tidak menyilaukan mata, berdasarkan hadits Ubay bin Ka’ab Radhiyallahu’ anhu :


والله إني لأعلم أي ليلة هي هي الليلة التي أمرنا بها رسول الله صلى الله عليه و سلم بقيامها هي ليلة صبيحة سبع وعشرين وأمارتها أن تطلع الشمس في صبيحة يومها بيضاء لا شعاع لها


Artinya : “ Demi Allah, sungguh aku telah mengetahui pada malam keberapa malam itu (lailatul qadar) , malam itu adalah malam yang Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam memerintahkan kami padanya untuk menghidupkannya yaitu malam dua puluh tujuh dan tandanya adalah terbitnya matahari pada subuh hari itu berwarna putih dan tidak menyilaukan mata “ (HR. Muslim No. 762)

I'TIKAF

I’TIKAF


I’tikaf secara syariat maknanya adalah berdiam diri di mesjid yang dilakukan oleh Individu tertentu dengan cara-cara yang khusus dengan diiringi niat.


Hukum I’tikaf adalah Mustahabah berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah dan Ijma’. Sebagaimana firman Allah ta’ala :


وَلآ تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ


Artinya : “Dan janganlah kamu menyentuh mereka, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid.” (QS. Al-Baqarah : 187)


Serta dari sunnah sebagaimana dalam hadits Aisyah, Ibnu Umar dan Abu Sa’id Radhiyallahu’ anhum :


أن النبي صلى الله عليه و سلم كان يعتكف في العشر الأواخر من رمضان


Artinya : "Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam biasa melakukan i'tikaf pada sepuluh hari yang terakhir dari bulan Ramadhan." (Mutaffaqun Alaihi)


Dan dinukilkan Ijma’ tentang mustahabnya I’tikaf kecuali bagi yang bernadzar untuk melakukan I’tikaf maka hukumnya menjadi wajib baginya untuk menunaikannya. Diantara yang menukilkan ijma’ dalam permasalahan ini diantaranya : Ibnul Mundzir, Ibnu Qudamah dan An-Nawawi dan Ibnu Abdil Baar. Adapun I’tikaf nadzar maka wajib untuk ditunaikan sebagaimana dalam hadits Ibnu Umar Radhiyallahu’ anhuma :


لَمَّا قَفَلْنَا مِنْ حُنَيْنٍ سَأَلَ عُمَرُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ نَذْرٍ كَانَ نَذَرَهُ فِي الْجَاهِلِيَّةِ اعْتِكَافٍ فَأَمَرَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِوَفَائِهِ


Artinya : “Ketika kami tiba dari perang Hunain, Umar bertanya kepada nabi Shalallahu ‘alahi wassallam tentang nadzar, Dia (umar) telah bernadzar ketika masa Jahiliyah untuk melakukan I’tikaf , Maka nabi Shalallahu ‘alahi wassallam merintahkan kepada Umar untuk menunaikannya” (HR. Bukhori No. 4320 dan Muslim No. 1646)


Diperbolehkan untuk tidak menyempurnakan Itikaf, maknanya apabila seseorang berniat untuk beri’tikaf selama sepuluh hari kemudian pada hari ketiga dia membatalkannya maka tidak ada dosa baginya. Ini adalah pendapat Imam Ahmad dan Imam As-Syafi’i. Sebagaimana Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam telah membatalkan I’tikafnya  pada bulan Ramadhan dan kemudian ber’tikaf pada bulan Syawal. Sebagaimana dalam hadits Aisyah :

SHOLAT TARAWIH

SHOLAT TARAWIH


Sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam dalam sholat tarawih di bulan Ramadhan adalah sebanyak 11 rakaat, sebagaimana dalam hadits Aisyah Radhiyallahu’ anha :


مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً


Artinya : “Tidaklah Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam menambah pada Ramadhan atau selain bulan Ramadhan dari 11 raka’at (sholat malam)(HR. Bukhori No. 1147 dan Muslim No. 738)


Dan dalam riwayat yang lain beliau (Aisyah Radhiyallahu’ anha) berkata :


كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي مِنْ اللَّيْلِ ثَلاثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً مِنْهَا الْوِتْرُ وَرَكْعَتَا الْفَجْرِ.


Artinya : “Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam sholat pada malam hari 13 Raka’at termasuk di dalamnya sholat witir dan dua rakaat Sholat Fajar” (HR.  Bukhari No. 1140)


Begitu juga yang memperkuat pendapat ini adalah perintah Umar bin khatab ketika menghidupkan kembali sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam dalam tarawih berjama’ah , beliau memerintahkan untuk ditegakkan dengan sebelas raka’at. Sebagaimana dalam Muwatha Malik (1/115) :


أمر عمر بن الخطاب أبي بن كعب وتميما الداري أن يقوما للناس بإحدى عشرة ركعة


Artinya : “Umar bin Khatab memerintahkan Ubay bin Ka’ab dan Tamim Ad-Daari untuk mengimami manusia dengan sebelas raka’at” (Dishohihkan oleh Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah dalam Sholat tarawih 1/63)


Dan disunnahkan untuk melakukan sholat tarawih secara berjama’ah. Ini adalah pendapat mayoritas ulama. Karena pada awalnya Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam melakukannya secara berjama’ah kemudian beliau meninggalkannya karena beliau khawatiir akan diwajibkan atas umatnya. Sebagaimana dalam hadits Aisyah Radhiyallahu’ anha:


أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى ذَاتَ لَيْلَةٍ فِي الْمَسْجِدِ فَصَلَّى بِصَلاتِهِ نَاسٌ ثُمَّ صَلَّى مِنْ الْقَابِلَةِ فَكَثُرَ النَّاسُ ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنْ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ أَوْ الرَّابِعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ وَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنْ الْخُرُوجِ إِلَيْكُمْ إِلا أَنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ وَذَلِكَ فِي رَمَضَانَ.


Artinya : “Sesungguhnya Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam sholat di Mesjid pada satu malam maka sholat bersama beliau manusia (para sahabat), kemudian beliau sholat pada malam berikutnya maka manusia semakin banyak, kemudian mereka berkumpul pada malam ketiga atau keempat. Maka Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam tidak keluar kepada mereka dan ketika shubuh beliau berkata : “Sungguh aku telah melihat apa yang kalian kerjakan maka tidak ada yang menghalangiku untuk keluar kepada kalian kecuali aku khawatir akan diwajibkan kepada kalian “ Dan saat itu adalah bulan Ramadhan” (HR. Bukhori No. 1129 dan Muslim No. 761)


Dan kini Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam telah wafat dan wahyu telah terputus, yakni maknanya hukum syariat telah telah tetap dan tidak akan berubah sehingga tidak perlu lagi ditakutkan bahwa sholat tarawih akan menjadi wajib bagi kaum muslimin. Sehingga sholat tarawih secara berjama’ah menjadi sunnah yang harus dihidupkan sebagaimana Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam memulai sunnah ini untuk pertama kali.

QODHO (MENGGANTI) PUASA

QODHO (MENGGANTI) PUASA


Qadha (mengganti) puasa bgi yang memiliki hutang puasa tidak wajib dilaksanakan secara berurutan dan boleh dilakukan secara terpisah. Ini adalah pendapat Mayoritas ulama diantaranya dari kalangan para sahabat yaitu Muadz, Anas bin Malik, Abu Hurairah ,Ibnu Abbas dan dari Tabi’in adalah Sa’id Bin Zubair, Mujahid, Hasan Al-Bashri dan pendapat ini dikuatkan oleh Imam Bukhori, Syaikh Muqbil bin Hady dan Ibnu Utsaimin. Akan tetapi tidak ada perbedaan pendapat di kalangan mereka bahwa lebih utama apabila dilaksanakan secara berurutan.


Boleh menunda Qadha dengan syarat tidak sampai memasuki Ramadhan berikutnya, ini adalah pendapat mayoritas ulama. Sebagaimana dalam hadits Aisyah Radhiyallahu’ anha :


عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَ إِلَّا فِي شَعْبَانَ


Artinya : Aisyah Radhiyallahu’ anha berkata, "Aku memiliki tanggungan (hutang) puasa Ramadhan, dan aku tidak dapat mengqadhanya melainkan di bulan Sya'ban “ (HR. Bukhori No. 1959 dan Muslim No. 1146)


Barangsiapa yang meninggal dan masih memiliki tanggungan (hutang) puasa wajib, baik itu puasa nadzar, puasa kafaarat atau hutang dari puasa Ramadhan maka walinya berpuasa untuknya. Ini adalah pendapat ulama-ulama ahli hadits, Abu Tsaur dan  Al-Auza’i. Pendapat ini juga yang dikuatkan oleh Al-Baihaqi,Ibnu Hazm, Ibnu Hajar, As-Shan’ani, Syaikh Muqbil bin Hady dan Ibnu Utsaimin Rahimahumullah .Berdasarkan keumumman hadits Aisyah Rhadiyallahu’ anha, Rasulullah bersabda :


من مات وعليه صيام صام عنه وليه


Artinya : "Barangsiapa yang meninggal sedang ia masih menanggung kewajiban puasa, maka walinya berpuasa untuknya." (HR. Bukhori No. 1952 dan Muslim No. 1147)


Akan tetapi hukumnya bagi sang wali tidaklah wajib, Ini adalah pendapat mayoritas ulama. Diantaranya adalah Ibnu Utsaimin Rahimahullah, beliau berdalil dengan firman Allah ta’ala :


وَلآ تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى


Artinya : “Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain” (QS. Al-An’am : 164)


Wali yang dimaksud dalam hadits ini adalah seluruh kerabat, baik ahli waris maupun bukan. Ini adalah pendapat yang dikuatkan oleh Ibnu Hajar Rahimahullah .


Dan ini adalah hukum bagi yang meninggal dalam keadaan mampu untuk berpuasa dan belum menunaikan kewajibannya hingga dia meninggal , seperti wanita yang memilki hutang puasa dari Ramadhan karena haid atau nifas kemudian dia belum menunaikannya hingga dia meninggal. Maka berpuasa untuknya walinya.


Adapun bagi yang meninggal dalam keadaan tidak mampu untuk berpuasa seperti seseorang yang sakit parah mulai awal Ramadhan hingga akhir Ramadhan yang berakhir dengan kematian maka tidak perlu bagi walinya untuk berpuasa baginya dan tidak wajib juga memberi makan orang miskin. Ini adalah pendapat mayoritas ulama diantaranya adalah Al-Baihaqi dan An-Nawawi.


Berbeda halnya ketika seseorang yang sakit parah tidak berpuasa sejak awal Ramadhan hingga akhir Ramadhan , kemudian dia sembuh dari penyakitnya pada awal syawal dan dia menunda melaksanakan kewajiban puasa yang dia tinggalkan pada bulan Ramadhan. Kemudian pada bulan dzulqo’dah dia meninggal dalam keadaan sehat. Maka dalam keadaan seperrti ini walinya berpuasa untuknya atas hutang puasa yang belum dia tunaikan.


Dan sebagian kaum muslimin banyak yang salah paham terhadap hadits ini, ditemukan di tengah kaum muslimin apabila ada seseorang yang meninggal pada pertengahan Ramadhan, maka sang wali menganggap bahwa yang meninggal memiliki hutang puasa dari pertengahan Ramadhan hingga akhir Ramadhan. Dan ini tidak benar, karena sejak pertengahan Ramadhan orang yang meninggal tersebut tidak lagi dibebani syariat karena telah meninggal sehingga tidaklah dia memiliki tanggungan atau hutang yang harus ditunaikan oleh walinya.


Dan boleh bagi selain walinya untuk membayarkan hutang puasa bagi yang meninggal sehingga tidak terkhusus pada walinya saja. Ini adalah yang tampak dari pendapat Imam Bukhori. Dikarenakan Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam memisalkannya dengan hutang dan sebagaimana sudah maklum bahwa hutang bisa dibayar oleh karib kerabat yang memiliki hutang ataupun selain karib kerabatnya. Sebagaimana dalam hadits Ibnu Abbas Rhadiyallahu’ anhuma, beliau Shalallahu ‘alahi wassallam memisalkannya dengan hutang.


أن امرأة أتت رسول الله صلى الله عليه و سلم فقالت  : إن أمي ماتت وعليها صوم شهر فقال أرأيت لو كان عليها دين أكنت تقضينه ؟ قالت نعم قال فدين الله أحق بالقضاء


Artinya : "Seorang wanita datang kepada Nabi Shalallahu ‘alahi wassallam . Dia berkata, “sesungguhnya ibuku meninggal, sedang dia masih mempunyai kewajiban puasa satu bulan” . Maka Rasulullah berkata : “Apa pandanganmu apabila ibumu memiliki hutang apakah engkau akan membayarnya ?? “ wanita itu menjawab :”Ya” Beliau bersabda,: “maka , hutang kepada Allah itu lebih berhak untuk ditunaikan." (HR. Bukhori No. 1953 dan Muslim No. 1148 . Dan Ini adalah lafadz dalam shohih Muslim )

MEREKA YANG DIBERI KERINGANAN BOLEH UNTUK TIDAK BERPUASA

MEREKA YANG DIBERI KERINGANAN BOLEH UNTUK TIDAK BERPUASA


Orang yang sedang sakit diperbolehkan untuk tidak berpuasa dan wajib baginya untuk menggantinya di hari-hari yang lain, akan tetapi dalam dua keadaan saja hal tersebut diperbolehkan :


Pertama : Sakitnya tersebut benar-benar menyebabkan dia tidak mampu berpuasa atau


Kedua : Dia mampu berpuasa akan tetapi akan mengakibatkan sesuatu yang berbahaya bagi dirinya.


Dalil diperbolehkannya orang yang sedang sakit untuk tidak berpuasa adalah firman Allah Ta’ala :


فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلآ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ


Artinya : “Barangsiapa di antara kamu hadir (sedang tidak dalam safar) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al-Baqarah : 185)


Adapun sakit-sakit ringan yang tidak meyebabkan kesulitan dan bahaya apabila si sakit berpuasa, maka tidak diperbolehkan bagi dia untuk tidak berpuasa. Ini adalah pendapat As-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah


Bagi orang orang yang sakit parah yang tidak diduga lagi akan sembuh (seperti koma) hukumnya sama dengan orang yang berusia lanjut yang tidak mampu untuk berpuasa (Insya Allah segera tiba pembahasannya)


Akan tetapi apabila pada kemudian hari orang yang sakit yang tidak diduga akan sembuh tiba-tiba sembuh tanpa disangka-sangka, maka wajib bagi dia untuk mengganti puasa yang dia tinggalkan tersebut. Ini adalah salah satu sisi pendapat Madzhab As-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah dan pendapat ini dikuatkan oleh Syaikh Muqbil bin Hady Rahimahullah . berdasarkan keumumman firman Allah ta’ala :


فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ


Artinya : “Dan barangsiapa yang sakit diantara kalian atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain” (QS. Al-Baqarah : 184)


Orang yang berusia lanjut yang tidak mampu untuk berpuasa, boleh baginya untuk tidak berpuasa berdasarkan ijma’ sebagaimana dinukil oleh Ibnul Mundir, Ibnu Abdil Baar, Al-Qurthubi, dan Imam An-Nawawi

Kafaarat bagi yang membatalkan puasa

KAFARAT


Wajib menunaikan kafarat (penghapus) bagi orang yang melakukan hubungan badan di siang hari dengan sengaja dalam keadaan dia sedang tidak safar, Ini adalah pendapat mayoritas ulama, dalilnya adalah hadits Abu Hurairah Radiyallahu' anhu :


بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكْتُ قَالَ مَا لَكَ قَالَ وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِي وَأَنَا صَائِمٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَلْ تَجِدُ رَقَبَةً تُعْتِقُهَا قَالَ لآ قَالَ فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ قَالَ لآ فَقَالَ فَهَلْ تَجِدُ إِطْعَامَ سِتِّينَ مِسْكِينًا قَالَ لآ قَالَ فَمَكَثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَيْنَا نَحْنُ عَلَى ذَلِكَ أُتِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِعَرَقٍ فِيهَا تَمْرٌ وَالْعَرَقُ الْمِكْتَلُ قَالَ أَيْنَ السَّائِلُ فَقَالَ أَنَا قَالَ خُذْهَا فَتَصَدَّقْ بِهِ فَقَالَ الرَّجُلُ أَعَلَى أَفْقَرَ مِنِّي يَا رَسُولَ اللَّهِ فَوَاللَّهِ مَا بَيْنَ لآبَتَيْهَا يُرِيدُ الْحَرَّتَيْنِ أَهْلُ بَيْتٍ أَفْقَرُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي فَضَحِكَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى بَدَتْ أَنْيَابُهُ ثُمَّ قَالَ أَطْعِمْهُ أَهْلَكَ


Artinya : Abu Hurairah Radhiyallahu’ anhu berkata, "Ketika kami sedang duduk-duduk di sisi Nabi, tiba-tiba seorang laki-laki datang kepada beliau. Ia berkata, 'Wahai Rasulullah, saya telah binasa.' Beliau bertanya, 'Ada apa denganmu?' dia berkata, 'Saya telah menyetubuhi istri saya padahal saya sedang berpuasa (pada bulan Ramadhan).' Rasulullah bersabda, 'Apakah kamu memiliki budak untuk kamu merdekakan ?' Dia menjawab, 'Tidak.' Beliau bertanya, 'Apakah kamu mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?' Dia menjawab, 'Tidak mampu.' Beliau bersabda, 'Apakah kamu mampu memberi makan enam puluh orang miskin?' Ia menjawab, 'Tidak mampu.' Maka Nabi Shalallahu ‘alahi wassallam duduk. Ketika kami dalam keadaan demikian, tiba-tiba dibawakan satu 'araq berisi kurma kepada Nabi. Dan Araq adalah Al-Miktal[1] Beliau bertanya, 'Manakah orang yang bertanya tadi ? ' Orang itu menjawab, 'Saya.' Beliau bersabda, 'Ambillah ini dan sedekahkanlah.' Ia berkata kepada beliau, 'Apakah kepada orang yang lebih fakir dariku wahai Rasulullah ??. Demi Allah di antara dua batas kota (Madinah) tidak ada keluarga yang lebih miskin daripada keluargaku.' Maka, Nabi tertawa sehingga tampak gigi taring beliau. Kemudian beliau bersabda, : “Berikanlah kepada keluargamu kurma ini untuk dimakan “ (HR. Bukhori No 1936 Muslim No.1111)


Dan tdak wajib baginya mengganti puasanya yang batal tersebut. Ini adalah pendapat Ibnu Hazm, dan salah satu pendapat dari Imam As-Syafi’i dan pendapat ini dikuatkan oleh Syaikh Muqbil bin Hady Al-Wadi'i Rahimahullah . Karena dia telah membatalkan puasanya dengan sengaja tanpa udzur yang diperbolehkan secara Syariat adapun yang wajib mengganti puasa adalah orang-orang yang tidak berpuasa atau membatalkan puasanya disebabkan udzur yang diperbolehkan secara syariat. Dan pada hadits ini pun Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam tidak memerintahkan sahabat tersebut untuk mengganti puasanya di hari yang lain.

Kumpulan hadits lemah dan palsu No. 19 dan 20

HADITS KESEMBILAN BELAS


من حج البيت ولم يزرنى فقد جفانى


“Barangsiapa yang menunaikan ibadah Haji kemudian tidak berziarah kepadaku maka sungguh dia telah bersikap kasar kepadaku”



Berkata Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah : “(Hadits) Palsu, begitulah Al-Hafidz Adz-Dzahabi menghukuminya dalam Al - Mizan (3/237) dan As-Shon’ani telah mencantumkannya dalam Al-Ahadits Al-Maudu’at (hal. 6).


Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnu Adi (7/2480) dan Ibnu Hibban dalam Ad-Dhuafa (2/73)”……..hingga ucapan beliau (Al-Albani)….: “ hal itu dikarenakan ziarah kepada makam beliau Shalallahu Alaihi Wassallam walaupun termasuk dari amalan mendekatkan diri kepada Allah (ibadah) maka sesungguhnya hukumnya tidak sampai melebihi hukum mustahabah, sehingga bagaimana bisa meninggalkan perbuatan tersebut teranggap sebagai perbuatan kasar kepada Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam ???(Silsilah Al-Ahadits Ad-Dhoi’fah No. 45 dengan ringkasan dan perubahan)


Hadits ini dilemahkan pula oleh Al-Allamah Muqbil bin Hady Al-Wadi'i Rahimahullah dalam Ghorothul Asyrithoh (2/200)


Berkata Ibnu Taimiyah dalam Al-Fatawa (18/342) : “(Hadits) Dusta” dan berkata pula dalam Al-Fatawa (27/35) : “ Dan tidak tsabit (hadits) dari Rasulullah Shalallahu Alaihi tentang ziarah ke kuburan beliau”


Hadits yang Shahih adalah keutamaan berziarah ke 3 mesjid, yakni Mesjidil Haram, Mesjid Nabawi dan Majidl Aqsha. Sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah Rhadiyallahu ‘anhu  Rhadiyallahu' anhu, Rasulullah bersabda :.


لا تُشَدُّ الرِّحَالُ الا إِلَى ثَلاثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الرَّسُولِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى


”Dan tidaklah bersusah payah melakukan perjalanan jauh kecuali ke tiga Mesjid : Masjidil Al-Haram, Mesjid Nabawi dan Mesjid Al-Aqsha” (HR. Bukhori No. 1189 dan Muslim 3384)


Adapun ketika telah tiba di Mesjid Nabawi, Disunnahkan untuk berziarah kepada makam  beliau Shalallahu ‘alahi wassallam.


HADITS KEDUA PULUH


ما أخدث قوم بدعة الا رفع مثلها من السنة


“Tidaklah suatu kaum membuat perkara-perkara bid’ah kecuali diangkat yang semisalnya dari perkara Sunnah”


Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad (4/105) Al-Lalaka’I dalam Syarah ushulil I’tiqhod (121) dan Ibnu Bathah dalam Al-Ibanah Kitabul Iman (No. 10) dari Ghudaif bin Al-Harits Rhadiyallahu’ anhusecara marfu. Berkata Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah dalam Takhrij Al-Musykat (No.187) :” “Sanadnya lemah”


Yang shahih bahwa ini adalah ucapan Usamah bin Athiyah Rahimahullah , diriwayatkan oleh Ad-Darimi (1/54) (Nukilan secara ringkas dari Tuhfatul Muhibbin Hal. 118-119 dan Takhrij Al-Muykat No. 187)