Hukum Binatang Yang Diawetkan

Hukum Mengawetkan Hewan dan Menyimpannya


Oleh : Syaikh Muhmmad Bin Sholih Al-Utsaimin Rahimahullahu


Penanya : Fadhilatus Syaikh, bagaimana hukum binatang yang diawetkan seperti yang ada di sekolah-sekolah, apakah boleh menyimpannya di rumah sebagai barang antik dan perhiasan ???


 


As-Syaikh : Hewan-hewan yang diawetkan apabila termasuk dari hewan-hewan yang (boleh) dimakan dan telah disembelih tanpa memotong kepalanya kemudian diawetkan maka tidak mengapa dengan hal seperti itu dan tidak ada isykal (sesuatu yang membingungkan ) di dalam keadaan seperti itu


Karena sesungguhnya pemborosan harta pada keadaan seperti itu hanya sedikit ,dan harta yang hilang tidak akan menjadi mudharat baginya.Dan bisa jadi manfaat yang ditimbulkan darinya menjadikan hal ini bukan termasuk pemborosan harta


Adapun apabila termasuk dari hewan-hewan yang haram, maka apabila diawetkan akan tetap menjadi benda najis. Dan menyimpan najis tidak boleh, Karena sesungguhnya yang dituntut dari najis adalah menghilangkannya dan meninggalkannya.


Kemudian sesungguhnya apabila hewan (haram) itu diawetkan dan seorang insan menyentuhnya dan insan itu membasahi najis itu (disebabkan keringat dll), atau ketika dia menyentuhnya , bangkai itu membasahi insan itu maka tidak ada manfaat darinya.


Akan tetapi bukanlah hewan itu termasuk dari gambar sebagaimana yang disangka sebagian manusia. Ketika mereka menyangka bahwa sesungguhnya yang seperti ini seperti gambar yang digambar oleh manusia dan tidaklah seperti itu. Karena hewan itu adalah ciptaaan Allah azza wa jalla


Penanya : Bagaimana (hukum) menaruhnya di rumah Ya Syaikh, sebagai perhiasan ??


As-Syaikh : Seperti yang telah aku katakan kepadamu, apa manfaat yang didapat darinya ??


Penanya : untuk perhiasan saja


As-Syaikh : Untuk perhiasan saja, dari hewan yang (boleh) dimakan  atau yang tidak (boleh) dimakan ??


Penanya : Dari keduanya


As-Syaikh : Adapun yang (boleh) dimakan, sebagaimana yang telah aku katakan padamu, apabila telah disembelih  dan tidak dipotong kepalanya kemudian setelah itu diawetkan maka tidak mengapa. Karena sesungguhnya sekarang benda itu suci dan tidak najis. Akan tetapi hewan yang (tidak (boleh) dimakan  adalah najis, hanya saja sebagian ulama telah mengecualikan  hewan yang tidak hidup kecuali di air, maka bangkainya adalah thohir (suci), dan mereka mengecualikan juga apa-apa yang hidup di darat yang tidak memiliki darah yang mengalir,[1] maka bangkainya adalah suci sebagaimana dalil-dalil yang datang dalam permasalahan tersebut


 


Sumber : Liqo`ul Babil Maftuh 15/78


 


Fatwa Ibnu Baaz Rahimahullahu


 


Ibnu Baaz Rahimahullahu ditanya : sebagian manusia melakukan perbuatan mengawetkan sebagian binatang atau burung, dan mereka meletakkan garam, dettol  (cairan kimia desifektan), kapas dan sebagian benda lainnya di dalam hewan tersebut. kemudian meletakkanya di majelis-majelis mereka untuk perhiasan. Maka bagaimana hukum syariat yang suci di dalam masalah ini, berikanlah kami fatwa , semoga Allah membalasmu dengan kebaikkan.


 


Beliau menjawab :


Perbuatan seperti ini tidak boleh, dengan adanya pemborosan harta di perbuatan tersebut. dan sesungguhnya hal tersebut menjadi perantara kepada keterkaitan dengan hewan yang diawetkan ini. Dan prasangka dia bahwa itu akan menolak musibah dari rumah dan penghuninya sebagaimana sebagian orang-orang bodoh menyangka hal tersebut.


Dan sesungguhnya hal tersebut juga menjadi perantara untuk menggantung gambar dari gambar-gambar bernyawa karena meniru dari hewan-hewan yang digantungkan tersebut dengan sangkaan bahwa hewan-hewan itu adalah gambar. Dan telah terbit fatwa dari Dewan tetap untuk pembahasan ilmiah dan fatwa yang diketuai oleh aku sendiri dan aku terlibat di dalamnya tentang fatwa yang telah aku sebutkan (ini)


Wa lillahi Waliyu taufiq


Sumber : Majmu' Al-fatawa Ibnu Baaz Rahimahullahu, Juz 8 hal : 426


Lajnah da'imah Lil Buhuts Wal Ifta' juga berfatwa tidak bolehnya menjual hewan yang diawetkan karena termasuk pemborosan harta ( Juz 1 hal. 715)









[1] Yang dimaksud dengan hewan yang tidak ada darah yang mengalir adalah hewan (binatang) yang apabila disembelih atau dilukai tidak ada darah yang mengalir . beliau mencontohkan seperti lalat, belalang, kalajengking (As-syarhul Mumti' 1/95),

Baca juga : Hukum Mengurung Binatang


Tidak ada komentar:

Posting Komentar