Hukum Mahar Bagi Wanita Yang Dinikahi Tanpa Ridhonya Kemudian Dicerai

Oleh : Syaikh Muhammad Sholih Al-Utsaimin Rahimahullahu

Penanya : Saya berharap jawaban yang jelas tentang pertanyaan ini : Seorang laki-laki menikahi seorang wanita dan sampai saat ini kurang lebih sudah tiga bulan. Dan diantara masa tiga bulan ini tampaklah bagi si lelaki dan juga berdasarkan ucapan sang wanita sendiri bahwa sesungguhnya pendapatnya tentang pernikahan ini yang dia nyatakan secara jelas (ketidaksetujuannya. Pent) tidak diambil oleh ibunya . Dan wanita tersebut berkata kepada suaminya, sesungguhnya dia tidak menginginkannya. Dan sungguh selama masa tersebut sang laki-laki telah membawanya ke para pembaca Al-Qur'an (yang biasa merukyah. pent) dan dia juga mencurahkan seluruh kemampuannya (untuk merubah keadaan ini. Pent) karena dia berkeyakinan bahwa sang wanita sedang sakit, akan tetapi Wallahu A'lam sang wanita hanya berpura-pura sakit karena sesungguhnya dia tidak menginginkan laki-laki ini menjadi suami untuknya.
Wahai Syaikh Yang mulia, Apa Hak sang suami dan Hak sang istri sesuai syariat di dalam permasalahan mahar apabila sang istri menginginkan Thalaq di dalam dua keadaan :
Keadaan pertama : Apabila selama masa ini sang lelaki belum mendatanginya yaitu belum memecahkan keperawanannya ??
Keadaan kedua : Apabila laki-laki tersebut sudah mendatangi wanita tersebut selama masa ini ??

Syaikh : Pertama , apabila sang lelaki menganggap bahwa sesungguhnya wanita ini jujur di dalam perkataannya , bahwa dia tidak dimintai pendapat (di dalam pernikahan tersebut) maka wajib bagi dia untuk menthalaqnya, hal tersebut dikarenakan sesungguhnya nikah dengan tanpa ridho istri adalah tidak sah berdasarkan larangan Rasulullah Shalallahu alaihi Wassallam dari perkara tersebut ketika beliau bersabda : " Tidak dinikahi seorang perawan sampai dimintai izin"
Dan apabila sang lelaki tidak mempercayai wanita tersebut yang didasari atas apa yang tampak dari keadaan wanita tersebut bahwa dia seorang pendusta maka pernikahan tersebut sah.
dan hal tersebut dikarenakan terkadang istri mengaku tidak dimintai pendapatnya dan sesungguhnya dia telah dimintai pendapat akan tetapi dia membenci sang suami (setelah pernikahan. pent) maka dia membuat pengakuan (dusta) ini .
maka bagaimanapun, apabila sang lelaki memandang bahwa sang wanita adalah gadis yang sholihah dan jujur maka wajib bagi dia untuk membenarkan ucapannya dan menceraikannya dan adapun apabila besar dugaaan dia bahwa sesungguhnya wanita tersebut seorang pendusta maka tidak ada halangan bagi dia untuk mempertahankannya dan semoga saja keadaan berubah (lebih baik . pent.).
Adapun untuk permasalahan mahar, maka mahar telah tetap (untuk istri. Pent) disebabkan berkhalwatnya (berduaan) laki-laki tersebut dengannya. Karena sesungguhnya Khalwat dengan seorang wanita yang telah dinikahi secara akad  telah menjadikan mahar tetap (milik wanita) atas pendapat yang kuat, sama saja apakah dia telah mendatanginya atau tidak. Akan tetapi apabila dia memandang bahwa keluarga wanita telah menipunya kemudian dia mengatakan kepada keluarga wanita : "Aku menginginkan kalian mengganti mahar untukku karena sesungguhnya kalian telah menipuku ". Maka tidak mengapa baginya di dalam keadaan ini, karena sesungguhnya mereka telah menipunya ketika mereka mengesankan seolah-olah sang wanita ridho dalam keadaan dia tidak ridho

Penanya : Keluarga sang istri menginginkan suami ini karena percaya kepadanya dan karena akhlaqnya

Syaikh : Akan tetapi masalah pada sang istri

Penanya : Sang istri berkata bahwa ketika diminta pendapatnya , dia tidak memberikan pendapatnya secara jelas dan dia berkata dalam hati " aku tidak menginginkannya" dan dia hanya menangis dan tidak jelas dalam menyampaikan pendapatnya.

Hukum Memberi Tanda Adanya Resepsi Pernikahan

Oleh : Syaikh Ibnu Utsaimin Rahimahullahu


Soal : Apa hukum menggantungkan pelepah kurma di dinding sebagai tanda bahwa sesungguhnya di dalam (Rumah) terjadi pernikahan ???
Jawab : Aku tidak memandang dalam perkara ini sesuatu yang menghalangi, karena sesungguhnya mereka tidak menginginkan untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan perbuatan ini . Sesungguhnya mereka hanya menjadikannya sebagai tanda sebagaimana dinyalakannya lampu-lampu di sebagian tempat dan mengecat rumah dan sekitarnya sebagai tanda bahwa sesungguhnya di dalam (rumah) telah terjadi pernikahan dan semoga saja sampai ke dalam sabda Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam " Umumkanlah pernikahan"
Liqo' Al-Babil Maftuh 111/9

Perkara-perkara yang menjadi sebab ikhtilaf (Perbedaan) Ulama dalam masalah Fiqih

Inilah Perkara-perkara yang menjadi sebab  ikhtilaf (Perbedaan) Ulama dalam masalah Fiqih :


Pertama : Tidak sampainya dalil kepada salah satu pihak, termasuk diantaranya adalah sebagian menganggap bahwa dalil dalam perkarat tersebut tidak Tsabit / Shohih. Misalkan tentang hukum membaca Bismillah ketika Wudhu, Ulama berbeda pendapat permasalahan ini dikarenakan sebagian melemahkan hadits-hadits yang datang dalam perkara ini dan ulama yang lain menshohihkannya atau minimal menghasankannya, diantara hadits yang diperselisihkan tersebut adalah : “Tidak sah wudhu bagi yang tidak menyebut nama Allah”


Kedua : Terjadi perbedaan di dalam memahami makna dan sisi pendalillan dari dalil yang ada. Misalkan tentang menjamak sholat bagi muqim (bukan Musafir) ketika Hujan, sebagian ulama berpendapat bolehnya hal tersebut , mereka berdalil dengan hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu' anhuma bahwasanya Rasulullah Shalallahu alaihi Wassallam Menjamak shalat Dhuhur dengan Ashar dan shalat Maghrib dengan Isya’ di Madinah. Bukan disebabkan rasa takut, hujan dan Safar (HR. Muslim)


Maka para ulama tersebut mengatakan bahwa dari hadits ini dipahami bahwa hujan adalah salah satu sebab diperbolehkannya menjamak sholat, adapaun ulama yang lain mengatakan bahwa dalam hadits ini tidak ada sisi pendalilan untuk  hal tersebut


Ketiga : Sebagian menganggap dalil dalam satu permasalahan telah mansukh (terhapus) hukumnya, sebagian yang lain berpendapat sebaliknya, bahwa hadits Muhkam (Tidak terhapus). Misalkan di dalam permasalahan hukum membunuh peminum Khamr . Para ulama berbeda pendapat di dalam masalah ini, diantaranya karena sebagian menganggap bahwa haditsnya telah mansukh, sebagian menganggap hadits tersebut tidak mansukh.Hadits tersebut adalah hadits dari Mu'awiyah Radhiyallahu ‘anhu beliau berkata : Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa yang minum khamr maka deralah (cambuklah) dia, jika dia mengulangi keempat kalinya maka bunuhlah." (HR. Tirmidzi)


Keempat : Adanya dalil lain  yang tampak saling bertentangan. Maka sebagian ulama berijtihad dan ulama yang lain berijtihad pula untuk menyikapi dalil-dalil yang tampak saling bertentangan ini. Misalkan dalam permasalahan menghadap atau membelakangi Kiblat ketika sedang buang Hajat. Telah datang hadits bahwa Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam melarang seseorang yang sedang membuang hajat dengan membelakangi atau menghadap kiblat, yaitu hadits dari Abu Ayyub Al Anshari Radhiyallahu' anhu beliau berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika salah seorang dari kalian masuk ke dalam WC untuk buang hajat, maka janganlah menghadapke arah kiblat membelakanginya. Hendaklah ia menghadap ke arah timurnya atau baratnya." (HR. Bukhari – Muslim)


Dan datang hadits lain bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi Wassallam melakukan hal tersebut , sebagaimana dari 'Abdullah bin 'Umar Radhiyallahu' anhuma bahwa beliau berkata, "Orang-orang berkata, "Jika kamu menunaikan hajatmu maka janganlah menghadap kiblatatau menghadap ke arah Baitul Maqdis." 'Abdullah bin 'Umar lalu berkata, "Pada suatu hari aku pernah naik atap rumah milik kami, lalu aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam buang hajat menghadap Baitul Maqdis di antara dua dinding. (HR. Bukhari – Muslim)


Maka para ulama berbeda pendapat menyikapi dua hadits ini, sebagian mengatakan berarti hukumnya hanya makruh bukan Haram, sebagian mengatakan bahwa hal tersebut dilarang apabila dilakukan di tempat terbuka, adapun apabila di dalam ruangan atau di balik dinding maka tidak mengapa, sebagian lainnya mengatakan bahwa apabila menghadap kiblat hukumnya haram adapun membelakanginya hanya makruh.


Wallahu A’lam

Maktabah Syamilah untuk Android (Update)

Setelah catatan kami sebelumnya tentang Software Maktabah Syamilah untuk Android, kini telah hadir Software yang sejenis akan tetapi dibuat oleh pengembang yang berbeda. Dan yang patut disyukuri, tampilan dan kinerjanya lebih baik dari Software yang diulas pada catatan  pertama kami. Satu yang menonjol pada software baru ini dari pendahulunya adalah proses pencarian bisa dilakukan untuk multi kitab. Sehingga lebih Mudah....
Wajar saja Software ini ketika catatan ini dibuat mendapat nilai dari para pengguna senilai 4,8 Dari 5, atau nyaris sempurna.
Berikut tampilannya :



Hukum memakai Imamah

Fatwa  Syaikh Abdul Aziz bin Baaz Rahimahullahu


Muhammad Ahmad dari Urdun (Jordania) berkata : Saya bertanya tentang (derajat) Keshohihan hadits Nabawi yang aku telah mendengarnya dari salah seorang Ikhwan lebih dari setahun yang lalu. Maka sungguh aku telah mendengarnya berkata bahwa sesungguhnya Nabi Shalallahu alaihi Wassallam berkata “ Sholat dengan menggunakan Imamah (Surban) [1] lebih baik dibanding empat puluh kali Sholat tanpa Imamah”
Apakah ini adalah Hadits (Rasulullah Shalallahu alaihi Wassallam ) atau bukan ???


Maka beliau ( Ibnu Baaz Rahimahullah ) menjawab : Hadits ini adalah Hadits Bathil Maudhu’ (palsu) yang didustakan atas Rasulullah Shalallahu alaihi Wassallam . Dan Imamah juga yang lainnya dari jenis pakaian mengikuti adat manusia (masyarakat. Pent). Maka apabila engkau berada di kalangan manusia yang kebiasaanya adalah memakai Imamah maka pakailah Imamah dan apabila engkau berada di kalangan manusia yang kebiasaannya tidak memakai imamah dan mereka menggunakan Al-Gutroh[2]atau membiarkan tanpa sesuatu apapun menutupi kepala mereka maka lakukanlah seperti yang mereka lakukan.


Maka Imamah bukanlah dari termasuk dari perkara-perkara yang dituntut secara syar’i akan tetapi imamah termasuk dari perkara-perkara yang mengikuti adat manusia. Dan seorang Insan diperintahkan untuk memakai apa-apa yang dipakai oleh manusia kecuali (pakaian) yang haram. Karena sesungguhnya apabila dia menyelisihi manusia di dalam hal pakaian mereka maka pakaiannya menjadi pakaian Syuhroh[3] dan sesungguhnya dia dilarang dari pakaian Syuhroh.


Allahuma , kecuali apabila dia berada di negeri asing dan pakaian penduduk negeri ini menyelisihi pakaian laki-laki yang datang kepada mereka ini,  maka dalam keadaan itu tidak mengapa bagi dia untuk tetap diatas pakaiannya yang (digunakan) di negerinya. Karena sesungguhnya manusia telah mengetahui bahwa sesungguhnya laki laki ini adalah orang asing dan sesungguhnya tidak mengherankan apabila pakaiannya menyelisihi pakaian mereka . Sebagaimana yang kita temui sekarang di Mekkah dan Madinah , manusia memakai pakaian mereka atas bentuk (model) (yang mereka gunakan) di negeri mereka dan tidak ada satu pun yang mengingkari hal tersebut. Dan kesimpulan dari pembahasan ini sesungguhnya kita katakan bahwa hadits ini yang ditunjuk (ditanyakan) oleh penanya adalah hadits Batil Maudhu’  yang didustakan atas nama Rasulullah Shalallahu alaihi Wassallam


Kedua kami katakan bahwa memakai Imamah bukanlah sunnah akan tetapi (hukum) memakainya adalah tunduk (taat) kepada adat manusia yang laki-laki ini tinggal di antara mereka . Maka apabila mereka menggunakan Imamah maka hendaknya dia menggunakannya dan apabila mereka tidak menggunakannya maka hendaknya dia tidak menggunakannya. Dan aku katakan bahwa sesungguhnya Sunnah adalah mencocoki manusia yang dia tinggal di dalamnya di dalam pakaian mereka selama pakaian (mereka) tidak terlarang secara syar’I , maka sesungguhnya wajib atasmu dan atas mereka untuk menjauhinya (pakaian terlarang itu.pent) . Kemudian sesungguhnya aku telah menyebutkan bahwa sesorang insan apabila datang ke negeri yang pakaian mereka menyelisihi pakaian penduduk negerinya dan dia dikenal sebagai orang asing, maka tidak ada kesalahan baginya utuk tetap di atas bentuk (model) pakaian penduduk negerinya dan tidaklah hal tersebut teranggap sebagai syuhroh.


Fatawa Nuurun alad Darb , Ibnu Baaz Rahimahullah 111/109-110









[1]  Imamah adalah Surban yang dililitkan dengan atau diikat berputar mengelilingi kepala, termasuk adat dari penduduk negeri Yaman dan sebagian negeri lainnya.


[2] Al-Gutroh adalah surban yang digunakan menutupi kepala tanpa dililit dan dibiarkan tergerai lepas, sebagaimana kebiasaan penduduk Saudi Arabia dan sebagian negeri lainnya.





[3] Pakaian Syuhroh adalah yang memalingkan pandangan dan menimbulkan Rasa heran dan tertawaan. Dan tidaklah yang termasuk darinya pakaian yang menutupi aurat, karena hal tersebut tidak akan menyebabkan keanehan dan tertawaan kecuali dari yang lemah agamanya dan rendah akalnya. (Fatawa Lajnah Da’imah  lil Buhuts wal Ifta’ no. 3618)


Teks asli :



محمد أحمد من الأردن يقول أسأل عن صحة حديث نبوي سمعته من أحد الإخوة قبل أكثر من سنة فقد سمعته يقول بأن النبي صلى الله عليه وسلم قال (صلاة بعمامة خير من أربعين صلاة بدون عمامة) هل هذا حديث أم لا؟


فأجاب رحمه الله تعالى:هذا الحديث حديث باطل موضوع مكذوب على رسول الله صلى الله عليه وعلى آله وسلم والعمامة كغيرها من الألبسة تتبع عادات الناس فإن كنت في أناس اعتادوا لبس العمامة فالبسها وإذا كنت في أناس لا يعتادون لبس العمامة وإنما يلبسون الغترة أو يبقون بلا شيء يستر رؤوسهم فافعل كما يفعلون فالعمامة ليست من الأمور المطلوبة شرعا لكنها من الأمور التابعة لعادات الناس والإنسان مأمور أن يلبس ما يلبسه الناس إلا إذا كان محرما لأنه إذا خالف الناس في لباسهم صار لباسه شهرة وقد (نهي عن لباس الشهرة) اللهم إلا إذا كان في بلد غريب وكان لباس أهل هذا البلد يخالف لباس هذا الرجل القادم إليهم فحينئذٍ لا بأس أن يبقى على لباسه في بلده لأن الناس يعرفون أن هذا رجل غريب وأنه لا غرابة أن يكون لباسه مخالفاً للباسهم كما يوجد الآن عندنا ولا سيما في مكة والمدينة أناس يلبسون ثيابهم على الزي الذي كانوا عليه في بلادهم ولا أحد يستنكر ذلك وخلاصة القول أن نقول هذا الحديث الذي أشار إليه السائل حديث باطل موضوع مكذوب على رسول الله صلى الله عليه وعلى آله وسلم
ثانياً أن نقول لبس العمامة ليس سنة ولكنه خاضع لعادات الناس الذين يعيش بينهم هذا الرجل فإن كانوا يلبسون العمامة لبسها وإن كانوا لا يلبسونها لم يلبسها وأقول إن السنة موافقة الناس الذين تعيش فيهم في لباسهم ما لم يكن لباسا ممنوعا شرعا فإنه يجب اجتنابه عليك وعليهم ثم إني ذكرت أن الإنسان إذا قدم إلى بلد يخالف لباسهم لباس أهل بلده وهو معروف أنه غريب فلا حرج عليه أن يبقى على زي أهل بلده لأنه لا يعد ذلك شهرة


Fatwa  Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin Rahimahullahu


Soal : Memakai imamah, apakah perkara tersebut Sunnah yang Tsabit dari Shalallahu alaihi Wassallam ??


As-Syaikh Rahimahullah : Tidak, memakai Imamah bukan sunnah akan tetapi merupakan adat (kebiasaan). Dan Sunnah untuk setiap insan untuk memakai apa yang dipakai manusia selama bukan yang diharamkan secara Dzatnya dan sesungguhnya apa yang kami katakan ini karena sesungguhnya apabila dia memakai  sesuatu yang menyelishi apa yang manusia terbiasa dengannya maka tentunya hal tersebut adalah Syuhroh dan Nabi Shalallahu alaihi Wassallam melarang dari pakaian Syuhroh.


Maka apabila kita berada di negeri yang (penduduknya) memakai Imamah maka kita memakai Imamah dan apabila kita berada di negeri yang (penduduknya) tidak memakai Imamah maka kita tidak memakai Imamah. Dan aku menyangka bahwa sesungguhnya negeri-negeri Muslimin pada zaman ini berbeda-beda, maka di sebagian negeri kebanyakkan memakai Imamah dan di sebagian negeri (lainnya) sebaliknya. Dan Nabi Shalallahu alaihi Wassallam memamakai Imamah karena Imamah merupakan kebiasaan di zamannya. Oleh sebab ini beliau tidak memerintahkan untuk memakai Imamah bahkan beliau melarang dari pakaian Syuhroh yang dengannya diambil (makna) bahwa sesungguhnya sunnah di dalam pakaian adalah seorang Insan mengikuti apa yang manusianya menganggapnya (kebiasaan /adat) kecuali sesuatu yang haram.

Hukum Syar'i tentang Khuntsa (Manusia Berkelamin Ganda)


Termasuk dari kekuasan Allah ta’ala adalah Dia telah menciptakan sebagian mahluknya berbeda dari keumuman jenisnya. Ini adalah sebuah hikmah dan pelajaran bagi hamba-hambanya , bahwa Allah maha kuasa atas segala sesuatu dan maha mampu berbuat yang dikehendakinya. Dan diantara sekian tanda kebesaran Allah tersebut adalah adanya sebagian dari hamba-hambanya yang terlahir dalam keadaan tidak diketahui jenis kelaminnya karena mereka terlahir dalam keadaan fisik khusus. Dan keadaan ini di dalam kitab fiqih disebut dengan istilah khuntsa atau dalam istilah modern dikenal dengan istilah interseks. Dan hendaknya harus dipahami , bahwa berbeda antara Khuntsa dan Mukhonats , berbeda pula dengan Luthi. Mukhonats adalah pria tulen yang bertingkah laku seperti wanita, adapun Luthi atau lebih dikenal sebagai homoseks adalah seorang pria yang ketertarikan seksualnya juga kepada sesama lelaki dan tidak tertarik kepada wanita.

Dan telah disebutkan oleh para ulama, tentang keadaan seseorang yang dikatakan sebagai Khuntsa :

Pertama : Insan tersebut memiliki dua alat kelamin sekaligus penis dan vagina.

Kedua : Insan tersebut satu organ pembuangan, keluar darinya kencing dan kotoran dan dia tidak memiliki alat kelamin pria maupun wanita.

Ketiga : Insan tersebut memiliki dubur terpisah, dan kencingnya keluar tidak dari penis maupun vagina, akan tetapi keluar merembes atau menetes seperti keringat yang banyak

Keempat :Insan tersebut tidak punya Dubur, Penis atau Vagina . maka setiap yang dimakan akan keluar dalam bentuk muntahan atau diserap tubuh. [1]

Maka seorang insan dengan salah satu empat keadaan ini disebut sebagai khuntsa, karena tidak adanya kejelasan tentang kelaminnya , apakah dia seorang pria atau wanita.

Jangan katakan : “Saya sudah tidak perawan ……”

Tak ada manusia yang sempurna, selalu saja ada masa lalu kelam yang terkadang selalu mengiringi hari-hari berikutnya. Hanya saja perbedaannya. Bahwa terkadang pada seseorang masa lalunya lebih kelam dari yang lainnya. Akan tetapi Allah dengan rahmatnya terus menerus menerima taubat hambanya, siang dan malam…. Sebelum Ajal menjemput dan sebelum Matahari terbit dari barat.

Allah berfirman :

وَالَّذِينَ لا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آَخَرَ وَلا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلا بِالْحَقِّ وَلا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا . يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا . إِلا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

Yang artinya: “Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya Dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan Dia akan kekal dalam azab itu, dalam Keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh;Maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Furqon:68-70)

Dan diantara sekian masa lalu kelam yang banyak menimpa para pemudi Islam adalah pernah terjatuh pada perbuatan zina, kemudian Allah limpahkan kepadanya Hidayah dan dia bertaubat darinya. Maka datanglah hari dimana seorang lelaki yang ingin mempersuntingnya datang melamar. Hati pun bimbang, apakah harus mengabarkan tentang masa lalunya ataukah harus menutupinya ??

Maka ketahuilah wahai saudariku, termasuk dari rahmat Allah kepada hambanya adalah dengan menutupi aib-aib yang dilakukan oleh hambanya, Diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Abu Hurairah Radhiyallahu' anhu , Rasulullah Shalallahu alaihi Wassallam bersabda :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ( لَا يَسْتُرُ اللَّهُ عَلَى عَبْدٍ فِي الدُّنْيَا إِلَّا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Tidaklah Allah menutup aib seorang hamba di dunia melainkan nanti di hari kiamat Allah juga akan menutup aibnya.” (HR. Muslim no. 2390)

Inilah kabar gembira dari Allah kepada hamba-hambanya, maka apabila sang pencipta Alam semesta, yang berhak mengadzab hamba-hambanya disebabkan dosa-dosanya menutupi dosa-dosa hambanya, maka tentunya lebih utama lagi hamba tersebut untuk menutupi aib dirinya sendiri dan juga dan aib saudaranya. Maka sekian banyak dalil-dalil menunjukkan hal tersebut, diantaranya adalah sabda Rasulullah Shalallahu alaihi Wassallam :

اجتنبوا هذه القاذورة التي نهى الله عز وجل عنها ، فمن ألمّ فليستتر بستر الله عز وجل عنه

Jauhilah dosa yang telah Allah larang. Siapa saja yang telah terlajur melakukan dosa  tersebut, maka tutuplah rapat-rapat dengan apa yang telah Allah tutupi.

(HR. Al-Baihaqi dan dishohihkan oleh Al-Albani dalam As-Shohihah 663 dari Ibnu Umar Radhiyallahu' anhuma )

Dan bahkan Rasulullah Shalallahu alaihi Wassallam mengancam bahwa orang yang suka membuka aibnya sendiri setelah ditutupi oleh Allah, maka Allah tidak akan mengampuninya.  Rasulullah Shalallahu alaihi Wassallam bersabda :

كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا الْمُجَاهِرِينَ وَإِنَّ مِنْ الْمُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلًا ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ فَيَقُولَ يَا فُلَانُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ

“Setiap umatku akan diampuni kecuali orang yang melakukan jahr. Di antara bentuk melakukan jahradalah seseorang di malam hari melakukan maksiat, namun di pagi harinya –padahal telah Allah tutupi-, ia sendiri yang bercerita, “Wahai fulan, aku semalam telah melakukan maksiat ini dan itu.” Padahal semalam Allah telah tutupi maksiat yang ia lakukan, namun di pagi harinya ia sendiri yang membuka ‘aib-‘aibnya yang telah Allah tutup. (HR.  Bukhori No. 6069 dan Muslim 2990 dari Abu Hurairoh Radhiyallahu' anhu )

Maka dari dalil-dalil ini maka seorang wanita tidak boleh membuka aibnya di masa lalu apabila dia telah berzina, walaupun yang bertanya adalah laki-laki yang akan melamarnya, Maka hendaklah dia mengelak dari pertanyaan tersebut, dan apabila terpaksa untuk menjawab, maka berilah jawaban dengan Tauriyah yaitu jawaban yang memberikan pemahaman makna berbeda bagi yang mendengar dengan yang diniatkan oleh yang ditanya.  Bisa saja dengan jawaban “ Kalau memang anda ragu, cari wanita lain“ atau dengan jawaban “Apakah anda menganggap saya seorang penzina ?? “ Atau dengan jawaban “Saya bukan seorang pelacur” atau dengan jawaban “ saya tidak berhubungan dengan laki-laki” dan dia niatkan dalam hatinya yakni saat itu, buka masa lalu.

Wallahu a’lam

*Catatan ini adalah pengembangan dari jawaban atas pertanyaan yang diajukan kepada Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy-Syitsri Hafidzahullahu Anggota Hai’ah Kibarul Ulama Saudi Arabia, pada saat Dauroh Ramadhan Kitab Sunan Abi Dawud, Di Masjidi Haram , Mekkah , Saudi Arabia. Bulan Ramadhan 1433 H.

Baca Juga :

Hukum Menikahkan Seorang Gadis Tanpa Izinnya

“Ini bukan zaman siti Nurbaya “ begitulah para pemuda-pemudi  mengibaratkan penolakannya apabila dijodohkan oleh orang tuanya, sebuah ibarat yang disandarkan kepada sebuah kisah yang entah fakta atau hanya sebuah fiksi. Ketika seorang gadis bernama Siti Nurbaya dipaksa oleh ayahnya untuk menikah dengan laki-laki yang tidak disukainya, hanya karena sang ayah terlilit hutang dengan laki-laki tersebut. Dan bukanlah catatan ini untuk mencari tahu tentang cerita tersebut, bukan pula untuk menceritakan versi modern dari kisah tersebut . Akan tetapi catatan ini berkaitan dengan Hukum Syar’I apabila kejadian tersebut benar terjadi pada seorang gadis. Yaitu Hukum anak gadis yang sudah Baligh dinikahkan oleh ayahnya dengan laki-laki tanpa izinnya atau dengan laki-laki yang tidak disukainya . Bagaimana hukumnya ??

Para ulama berbeda pendapat mengenai permasalahan ini, sebagian ulama mengatakan boleh bagi seorang ayah untuk menikahkan anak gadisnya yang sudah baligh tanpa izinnya walaupun dia tidak menyukainya. Mereka Berdalil dengan hadits Ibnu Abbas, Nabi Shalallahu alaihi Wassallam bersabda :

الثيب أحق بنفسها من وليها

“Seorang janda lebih berhak atas dirinya dibanding walinya” (HR. Muslim No. 1421)

Wali Nikah

DALIL-DALIL TENTANG WALI DALAM PERNIKAHAN

Dalil-dalil yang berkaitan tentang wali bagi wanita di dalam akad Nikah.

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ بَاطِلٌ بَاطِلٌ فَإِنِ اشْتَجَرُوْا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهُ

Dari ‘Aisyah, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang wanita yang menikah tanpa izin walinya maka pernikahannya adalah batiil, batil, batil. Dan apabila mereka bersengketa maka pemerintah adalah wali bagi wanita yang tidak memiliki wali”. (HR. Abu Daud no. 2083, Tirmidzi no. 1102, Ibnu Majah no. 1879 dan Ahmad 6: 66. Abu Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan. Dishohihkan oleh Al-Albani dalam Shohihul Jami’ 2709 )

عَنْ أَبِيْ مُوْسَى الأَشْعَرِيِّ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ

Dari Abu Musa Al Asy’ari berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak sah pernikahan kecuali dengan wali”. (HR. Abu Daud no. 2085, Tirmidzi no. 1101, Ibnu Majah no. 1880 dan Ahmad 4: 418. Dishohihkan oleh Al-Albani dalam Shohihul Jami’ 7555)

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ لاَ تُزَوِّجُ الْمَرْأَةُ الْمَرْأَةَ وَلاَ تُزَوِّجُ الْمَرْأَةُ نَفْسَهَا وَالزَّانِيَةُ الَّتِى تُنْكِحُ نَفْسَهَا بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا

Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Wanita tidak bisa menjadi wali wanita. Dan tidak bisa pula wanita menikahkan dirinya sendiri. Wanita pezina-lah yang menikahkan dirinya sendiri.” (HR. Ad Daruquthni, 3: 227. Dishohihkan oleh Al-Albani dalam Shohihul Jami’ 7298)

 

BEBERAPA PERMASALAHAN YANG TERKAIT DENGAN WALI DALAM AKAD NIKAH

Permasalahan Pertama : Apakah disyaratkan di dalam akad nikah adanya wali bagi seorang wanita , baik wanita tersebut belum pernah menikah atau sudah pernah menikah, Masih kecil atau sudah dewasa ??

Pembagian Tauhid di Kalangan Para Ulama

Catatan ini adalah penyempurnaan dari catatan sebelumnya, yang berjudul Awal yang membagi tauhid menjadi tiga bagian. Pada catatan tersebut telah dijelaskan tentang yang pertama membagi tauhid menjadi Tiga bagian. Dan pada catatan ini akan dijelaskan tentang metode Pembagian Tauhid di kalangan para ulama selain dari metode pembagian yang tiga.

Para ulama memiliki beberapa metode pembagian Tauhid yang mereka landaskan dari penelitian Dalil-dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, dan apabila dicermati dan diperhatikan maka disimpulkan bahwa pembagian-pembagian tersebut kembali ke pembagian Tauhid yang tiga walaupun berbeda di dalam penamaan dan berbeda di dalam metode pembagiannya.

Metode Pertama, membagi Tauhid menjad Tiga bagian

  • Tauhid Al-Uluhiyyah
  • Tauhid Ar-Rububiyah
  • Tauhid Al-Asma was sifat

Metode pembagian seperti ini disebutkan oleh Ibnu Bathoh Al-Akbari (378 H), Ibnu Mandah (395 H), Ibnul Qoyyim (656 H), Ibnu Abil Iez (792 H), Muhammad bin Abdul Wahab (1206), Sulaiman Bin Abdul Wahab (1208 H) , Abdurrahman bin Hasan (1285), Ibnu Atieq (1301 H) dan selain mereka Rahimahumullah

Metode Kedua, membaginya menjadi dua bagian

  • Tauhid Al-Ma’rifat (Pengenalan) dan Al-Itsbat (Penetapan). Mencakup Tauhid Ar-Rububiyah dan tauhid Al-Asma was Sifat
  • Tauhid Ath-Tholab (Tuntutan) dan Al-Qosdu (Maksud/tujuan), mencakup tauhid Al-Uluhiyyah

Dan Syaikhul Islam telah menyebutkan pembagian ini, begitu juga Ibnul Qoyyim, Ibnu Abil Iez, Shidiq Hasan Khan (1307 H), Abdurrahman bin Hasan dan selainnya Rahimahumullah

Metode Ketiga, Juga membaginya menjadi dua

  • Tauhid Ar-Rububiyah, Mencakup tauhid Al-Asma was Sifat
  • Tauhid Al-Uluhiyyah

Pembagian seperti ini juga disebutkan oleh Ibnu Taimiyah, Al-Miqrizi (845 H), Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahumullah

Wallahu A’lam

Sumber : Minhatul Hamied, Kholid bin Abdullah Ad-Dubaini, (14-15)

Berziaroh Ke Kota Suci Madinah

Madinah, kota yang dulu awalnya adalah salah satu bagian dari negeri  Yatsrib. Kota yang kini menjadi tujuan kedua kaum muslimin untuk berziarah.  Kota dimana Rasulullah Shalallahu alaihi Wassallam dimuliakan penduduknya ketika kaumnya sendiri di  Mekkah menghinakannya. Kota dimana islam berkembang begitu pesatnya dan kemudian menyebar ke seantero alam. ..


DATA TERKAIT KOTA MADINAH


Luas : 589 Km2


Penduduk :  1.300.000 (2006)


Kepadatan : 2.207,1/km²


Temperatur : Suhu tertinggi berkisar antara 30 °C sampai 45 °C pada waktu musim panas, dan suhu rata-rata berkisar antara 10 °C sampai 25 °C


Kordinat : 24° 28' 0" N, 39° 36' 0" E


Gambar (PETA KOTA MADINAH)


SEBAGIAN KECIL DARI KEUTAMAAN KOTA MADINAH


عَنْ عَبْدِاللهِ بْنِ زَيْدِ بْنِ عَاصِمٍ ؛ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ:


إِنَّ إَبْرَاهِيْمَ حَرَّمَ مَكَّةَ وَدَعَا ِلأَهْلِهَا. وَإِنِّي حَرَّمْتُ الْمَدِيْنَةَ كَمَا حَرَّمَ إِبْرَاهِيْمُ مَكَّةَ. وَإِنِّي دَعَوْتُ فِي صَاعِهَا وَمُدِّهَا بِمِثْلَىْ مَا دَعَا بِهِ إِبْرَاهِيْمُ ِلأَهْلِ مَكَّةَ


 Dari Abdullah bin Zaid bin `Ashim Radhiyallahu’anhu: Bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: Sesungguhnya Ibrahim telah mengharamkan Mekah dan mendoakan penduduknya dan sesungguhnya aku pun mengharamkan Madinah sebagaimana Ibrahim telah mengharamkan Mekah. Dan sesungguhnya aku juga berdoa agar setiap sha` dan mudnya diberkahi dua kali lipat dari yang didoakan Ibrahim untuk penduduk Mekah. (HR. Muslim)


عَنْ ابي هُرَيْرَةَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، يَقُولُ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : أُمِرْتُ بِقَرْيَةٍ تَأْكُلُ الْقُرَى يَقُولُونَ يَثْرِبُ وَهْيَ الْمَدِينَةُ تَنْفِي النَّاسَ كَمَا يَنْفِي الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ


Dari Abu Hurairah Radhiyallahu' anhu berkata, "Rasulullah Shalallahu alaihi Wassallam bersabda, 'Saya diperintahkan pergi ke suatu desa yang memakan desa-desa yang lain, mereka menyebutnya Yatsrib. Yaitu, Madinah, yang meniadakan manusia (yang buruk) sebagaimana اembusan tukang besi  meniadakan kotoran besi. (HR. Bukhari-Muslim)


عَنْ سُفْيَانَ بْنِ أَبِي زُهَيْرٍ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، أَنَّهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ : تُفْتَحُ الْيَمَنُ ، فَيَأْتِي قَوْمٌ يُبِسُّونَ ، فَيَتَحَمَّلُونَ بِأَهْلِيهِمْ وَمَنْ أَطَاعَهُمْ ، وَالْمَدِينَةُ خَيْرٌ لَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ ، وَتُفْتَحُ الشَّامُ ، فَيَأْتِي قَوْمٌ يُبِسُّونَ ، فَيَتَحَمَّلُونَ بِأَهْلِيهِمْ وَمَنْ أَطَاعَهُمْ ، وَالْمَدِينَةُ خَيْرٌ لَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ ، وَتُفْتَحُ الْعِرَاقُ ، فَيَأْتِي قَوْمٌ يُبِسُّونَ ، فَيَتَحَمَّلُونَ بِأَهْلِيهِمْ وَمَنْ أَطَاعَهُمْ ، وَالْمَدِينَةُ خَيْرٌ لَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ


 Sufyan bin Abu Zuhair Radhiyallahu' anhu . berkata, "Saya mendengar Rasulullah Shalallahu alaihi Wassallam bersabda, 'Yaman itu akan ditaklukkan. Maka, datanglah satu kaum yang menggiring binatangnya. Mereka membawa keluarganya dan orang-orang yang menaatinya, sedang Madinah itu lebih baik bagi mereka. Seandainya mereka mengetahui Syam itu akan ditaklukkan, maka akan datang padanya suatu kaum dengan menggiring binatang ternaknya dan membawa keluarganya dan orang-orang yang menaatinya. Padahal, Madinah itu lebih baik bagi mereka, jika mereka mengetahuinya. Irak akan ditaklukkan, maka datanglah suatu kaum yang menggiring binatangnya. Lalu, mereka membawa keluarganya dan orang-orang yang menaatinya. Padahal, Madinah itu lebih baik bagi mereka, jika mereka mengetahuinya." (HR. Bukhari-Muslim)


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : إِنَّ الإِيمَانَ لَيَأْرِزُ إِلَى الْمَدِينَةِ كَمَا تَأْرِزُ الْحَيَّةُ إِلَى جُحْرِهَا


Abu Hurairah Radhiyallahu' anhu mengatakan bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi Wassallam . bersabda, "Sesungguhnya iman itu berkumpul ke Madinah sebagaimana ular berkumpul di lubangnya." (HR. Bukhari-Muslim)


عن سَعْدًا ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ : سَمِعْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ لاَ يَكِيدُ أَهْلَ الْمَدِينَةِ أَحَدٌ إِلاَّ انْمَاعَ كَمَا يَنْمَاعُ الْمِلْحُ فِي الْمَاءِ


Dari Sa'ad Radhiyallahu' anhu berkata, "Saya mendengar Nabi Shalallahu alaihi Wassallam bersabda, 'Tidaklah seseorang membuat tipu daya terhadap penghuni Madinah melainkan ia akan hancur sebagaimana hancurnya garam dalam air.'" (HR. Bukhari-Muslim)


Dari Ibnu Umar Radhiyallahu 'Anhuma, ia pernah mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,


مَنْ صَبَرَ عَلَى لَأْوَائِهَا كُنْتُ لَهُ شَفِيعًا أَوْ شَهِيدًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ


"Siapa bersabar dengan  kesukaran di Madinah, maka aku akan memberi syafa'at atau menjadi saksi untuknya padahari kiamat (HR. Muslim)


TEMPAT-TEMPAT YANG DISUNNAHKAN  UNTUK DIKUNJUNGI DI KOTA MADINAH


1. MESJID NABAWI


 Gambar


(Mesjid Nabawi Malam Hari)