Apakah amalan sholih bisa menghapuskan dosa besar ??

Allah ta’ala telah berfirman dalam Al-Qur’an :

إِنَّ الْحَسناتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئـَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِيـنَ
Artinya:  “Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat “ (QS.Hud: 114)
Dan Rasulullah Shalallahu alaihi Wassallam juga telah bersabda :
الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ إذَا اُجْتُنِبَتْ الْكَبَائِرُ
Artinya : “Di antara shalat lima waktu, di antara Jum’at yang satu dan Jum’at yang berikutnya, di antara Ramadhan yang satu dan Ramadhan yang berikutnya, akan penghapus dosa-dosa di antara keduanya asalkan dosa-dosa besar dijauhi. )HR. Muslim no. 233, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu )
Dan dari Ibnu Mas’ud, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
وما من رجل يتطهر فيحسن الطهور ثم يعمد إلى مسجد من هذه المساجد إلا كتب الله له بكل خطوة يخطوها حسنة،ويرفعه بها درجة،ويحطّ عنه بها سيئة
Artinya : “ Dan tidaklah seseorang berthaharoh dengan menyempurnakannya, kemudian menuju masjid dari Mesjid-mesjid Ini kecuali Allah akan mencatat atas setiap langkah yang diayunkannya sebagai sebagai satu kebaikan , mengangkat derajatnya, dan menghapuskan satu dosanya (HR. Muslim)
Firman Allah ta’ala dan dua hadits tersebut adalah sebagian kecil dari dalil-dalil yang menunjukkan bahwa amalan-amalan kebaikan menghapus kejelekan (dosa) . Ini adalah perkara yang diterima oleh seluruh kaum muslimin secara global, akan tetapi ada satu perkara yang menjadi pembahasan dan menjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama  terkait permasalahan ini yaitu kejelekan (dosa) jenis apakah yang terhapus dengan sebab amalan-amalan kebaikan ?? apakah seluruh dosa ataukah sebagian saja ?? Berikut catatannya …
Pendapat Pertama, Dosa yang terhapus adalah dosa-dosa kecil saja, adapun dosa-dosa besar maka tidak akan diampuni kecuali pelakunya bertobat darinya.
Ini adalah pendapat Ibnu Mas’ud, Salman, Ibnu Umar Radhiyallahu anhum. Begitu juga Qotadah, Ibnu Abdil Baar, Ibnu Rojab dan As-Sa’dy Rahimahumullahu  .  Ibnu Rajab menukil  ini adalah pendapat mayoritas para ulama bahkan Ibnu Abdil Baar menukil Ijma’ (kesepakatan ulama) walaupun ternyata pada kenyataanya terjadi khilaf (perbedaan).
Mereka berdalil dengan Hadits Abu Hurairoh yang telah disebutkan diatas, yaitu Rasulullah Shalallahu alaihi Wassallam bersabda :
الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ إذَا اُجْتُنِبَتْ الْكَبَائِرُ
Di antara shalat lima waktu, di antara Jum’at yang satu dan Jum’at yang berikutnya, di antara Ramadhan yang satu dan Ramadhan yang berikutnya, akan mengampuni dosa-dosa di antara keduanya asalkan dosa-dosa besar dijauhi. )HR. Muslim no. 233)
Mereka mengatakan bahwa di dalam hadits ini telah disyaratkan untuk menjauhi dosa-dosa besar , maka ini menunjukkan dosa besar tidak diampuni hanya dengan sekedar berbuat amalan kebaikan.
Pendapat Kedua , mereka mengatakan bahwa dosa yang terhapus mencakup dosa kecil dan dosa besar.
Ini adalah pendapat Ibnu Hazm, Ibnu Bathol dan pendapat sebagian ahli hadits dalam masalah wudhu dan ibnul mundzir dalam masalah sholat malam Rahimahumullahu Jamian.
Mereka berdalil dengan keumuman dalil-dalil yang datang secara mutlak tanpa ada pengecualian.
Diantara yang berpendapat dengan pendapat kedua ini adalah Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani Rahimahullahu , beliau berdalil dengan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهَرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ ، يَغْتَسِلُ فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسًا ، مَا تَقُولُ ذَلِكَ يُبْقِى مِنْ دَرَنِهِ » . قَالُوا لاَ يُبْقِى مِنْ دَرَنِهِ شَيْئًا . قَالَ « فَذَلِكَ مِثْلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ ، يَمْحُو اللَّهُ بِهَا الْخَطَايَا »
Artinya “ Apa pendapat kalian, seandainya ada sebuah sungai di dekat pintu salah seorang diantara kalian, lalu ia mandi dari air sungai itu setiap hari lima kali, apakah akan tersisa kotorannya” Para sahabat menjawab, “Tidak akan tersisa sedikit pun kotorannya.” Beliau berkata, “Maka begitulah perumpamaan shalat lima waktu, dengannya Allah menghapuskan dosa.” (HR. Bukhari no. 528 dan Muslim no. 667)
Dan juga beliau berdalil dengan hadits Abu Hurairoh Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shalallahu alaihi Wassallam bersabda :
مَنْ حَجَّ لِلَّهِ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ

Artinya : “Barangsiapa berhaji karena Allah, lantas dia tidak berbuat keji dan melakukan kefasikan, maka dia pulang bagaikan hari dimana dia dilahirkan ibunya. “ (HR Al-Bukhari no. 1424)

Pendapat Ketiga , bahwa selain menghapus dosa kecil terkadang amalan-amalan kebaikan menghapus dosa besar akan tetapi tidak secara langsung.
Ibnu taimiyah Rahimahullahu telah berpendapat bahwa amalan-amalan sholeh yang agung dan besar menghapus yang semisalnya dari dosa-dosa besar (Al-Fatawa 1/457)
Ibnu Rajab Rahimahullahu merinci pendapat ini sebagai berikut :
Kalau yang dimaksud bahwa dosa-dosa besar terhapus dengan sekedar mengerjakan amalan-amalan wajib sebagaimana terhapusnya dosa-dosa kecil dengan diiringin menjauhi dosa besar, maka ini adalah batil.
Adapun apabila yang dimaksud bahwa pada hari kiamat bahwa dosa-dosa besar ditimbang dengan sebagian amalan-amalan kebaikan kemudian dihapuslah dosa-dosa besar dengan sebab amalan-amalan kebaikan tersebut dan kemudian amalan-amalan kebaikan tersebut tidak lagi mendapatkan pahala maka ini bisa saja terjadi (Jami’ Al-Uluum Wal Hikam 1/457)
Wallahu A’lam
Sumber Catatan :
- Minhatul Hamid, Kholid bin Abdullah Ad-Dubainiy
- Ikhtiyaarot Al-Fiqhiyah,  Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani


Berbuat adil diantara anak di dalam pemberian

Seorang sahabat yang mulia, An-Nu’man bin Basyir Radhiyallahu’ anhuma bercerita tentang sebuah kisah yang melibatkan beliau dan ayahnya. Sebuah kisah yang mengandung satu perkara yang sangat penting untuk kita para orang tua mengetahuinya.
عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ رضِيَ الله عَنْهُمَا أَنَّ أَبَاهُ أَتَى بِهِ رَسول اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم فَقَالَ : إِنِّي نَحَلْتُ ابْني هذا غُلاماً كَانَ لي، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم :
أَكُلَّ وَلَدِكَ نَحلْتَهُ مِثْلَ هَذا؟
 فقال : لا ، فقالَ رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم :
فَأرْجِعهُ.
وفي روايةٍ: فقال رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : أَفَعَلْتَ هذَا بِوَلَدِكَ كُلِّهِمْ ؟ قال : لا ، قال : اتَّقُوا الله واعْدِلُوا فِي أوْلادِكُمْ فَرَجَعَ أبي ، فَرَدَّ تِلْكَ الصَّدَقَةَ . وفي روايةٍ : فقال رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : يَا بَشيرُ ألَكَ وَلَدٌ سِوَى هَذَا ؟ فقالَ : نَعَمْ ، قال : أكُلَّهُمْ وَهَبْتَ لَهُ مِثْلَ هذَا ؟ قال : لا ، قال : فَلاَ تُشْهِدْنِي إذاً فَإنِّي لاَ أشْهَدُ عَلَى جَوْرٍ .
وفي روايةٍ : لاَ تُشْهِدْنِي عَلَى جَوْرٍ . وفي رواية : أشْهِدْ عَلَى هذَا غَيْرِي ! ثُمَّ قال : أيَسُرُّكَ أنْ يَكُونُوا إلَيْكَ في البِرِّ سَواءً ؟ قال : بَلَى ، قال : فَلا إذاً .
Dari An-Nu'man bin Basyir Radhiyallahu’ anhuma  , bahwa ayahnya (Basyir Radhiyallahu anhu ) datang kepada Rasulullah Shalallahu alaihi Wassallam  dengan membawa beliau juga (yakni membawa An-Nu'man Radhiyallahu anhu ), lalu ayahnya itu berkata kepada Rasulullah Shalallahu alaihi Wassallam : “Sesungguhnya aku telah memberikan untuk anakku ini seorang hamba sahaya. Dan hamba sahaya itu adalah milikku”  Rasulullah Shalallahu alaihi Wassallam lalu bersabda: “Apakah semua anakmu juga engkau beri hal yang sama seperti yang engkau berikan kepada anak ini ?” Ayahku menjawab:  “Tidak”  Maka Rasulullah Shalallahu alaihi Wassallam bersabda:  “Kalau begitu tariklah kembali.”

Adakah Keutamaan Mendatangi istri di Malam Jum'at ??

Air PutihSatu keyakinan yang banyak tersebar di kalangan awam kaum muslimin, bahkan diyakini oleh sebagian dari para da’i adalah adanya keyakinan tentang keutamaan mendatangi istri (berhubungan badan) di malam Jum’at. Maka tentunya bagi seorang muslim yang cerdas , dia tidak gampang percaya dengan sesuatu keyakinan tanpa didasari oleh dalil yang kuat. Dia akan bersikap ilmiah dan berusaha mencari tahu, apakah benar keyakinan tersebut  memiliki dasar yang kuat  tersebut ataukah hanya mitos tanpa dasar ?? Apalagi yang sedang kita bicarakan ini adalah sebuah keyakinan tentang keutamaan sesuatu ditinjau dari sisi Syariat atau Agama, bukan sekedar keutamaan dari sisi kesehatan atau sisi budaya . Tentunya kita harus melihat lebih dalam dan tidak bisa sembarangan. Karena menjadikan sesuatu di dalam agama ini sebagai suatu keutamaan dalam keadaan hal tersebut bukanlah suatu keutamaan adalah bentuk dari kedustaan terhadap Allah dan RasulNya.

Singkat saja, bahwa keutamaan mendatangi istri pada malam Jum’at ini disandarkan atas 2 hadits.

HADITS PERTAMA :
أَيَعْجِزُ أَحَدُكُمْ أَنْ يجامع أهله في كل جمعة؛ فإن له أجرين: أجر غسله، وأجر غسل امرأته

“ Apakah kalian lemah (tidak mampu) menyetubuhi istri kalian pada setiap hari Jum’at ? Karena sesungguhnya menyetubuhi pada saat itu mendapat dua pahala: Pahala mandi (Jum’at) dan  pahala menyebabkan istri mandi (karena disetubuhi)”

 Hadits ini dikeluarkan oleh Abu Nu’aim dalam Ath-Thib, Al-Baihaqi dalam Asy-Syu’abul Iman, Dan Ad-Dailami dalam Musnad Al-Firdaus.