Perkara-perkara yang menjadi sebab ikhtilaf (Perbedaan) Ulama dalam masalah Fiqih

Inilah Perkara-perkara yang menjadi sebab  ikhtilaf (Perbedaan) Ulama dalam masalah Fiqih :


Pertama : Tidak sampainya dalil kepada salah satu pihak, termasuk diantaranya adalah sebagian menganggap bahwa dalil dalam perkarat tersebut tidak Tsabit / Shohih. Misalkan tentang hukum membaca Bismillah ketika Wudhu, Ulama berbeda pendapat permasalahan ini dikarenakan sebagian melemahkan hadits-hadits yang datang dalam perkara ini dan ulama yang lain menshohihkannya atau minimal menghasankannya, diantara hadits yang diperselisihkan tersebut adalah : “Tidak sah wudhu bagi yang tidak menyebut nama Allah”


Kedua : Terjadi perbedaan di dalam memahami makna dan sisi pendalillan dari dalil yang ada. Misalkan tentang menjamak sholat bagi muqim (bukan Musafir) ketika Hujan, sebagian ulama berpendapat bolehnya hal tersebut , mereka berdalil dengan hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu' anhuma bahwasanya Rasulullah Shalallahu alaihi Wassallam Menjamak shalat Dhuhur dengan Ashar dan shalat Maghrib dengan Isya’ di Madinah. Bukan disebabkan rasa takut, hujan dan Safar (HR. Muslim)


Maka para ulama tersebut mengatakan bahwa dari hadits ini dipahami bahwa hujan adalah salah satu sebab diperbolehkannya menjamak sholat, adapaun ulama yang lain mengatakan bahwa dalam hadits ini tidak ada sisi pendalilan untuk  hal tersebut


Ketiga : Sebagian menganggap dalil dalam satu permasalahan telah mansukh (terhapus) hukumnya, sebagian yang lain berpendapat sebaliknya, bahwa hadits Muhkam (Tidak terhapus). Misalkan di dalam permasalahan hukum membunuh peminum Khamr . Para ulama berbeda pendapat di dalam masalah ini, diantaranya karena sebagian menganggap bahwa haditsnya telah mansukh, sebagian menganggap hadits tersebut tidak mansukh.Hadits tersebut adalah hadits dari Mu'awiyah Radhiyallahu ‘anhu beliau berkata : Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa yang minum khamr maka deralah (cambuklah) dia, jika dia mengulangi keempat kalinya maka bunuhlah." (HR. Tirmidzi)


Keempat : Adanya dalil lain  yang tampak saling bertentangan. Maka sebagian ulama berijtihad dan ulama yang lain berijtihad pula untuk menyikapi dalil-dalil yang tampak saling bertentangan ini. Misalkan dalam permasalahan menghadap atau membelakangi Kiblat ketika sedang buang Hajat. Telah datang hadits bahwa Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam melarang seseorang yang sedang membuang hajat dengan membelakangi atau menghadap kiblat, yaitu hadits dari Abu Ayyub Al Anshari Radhiyallahu' anhu beliau berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika salah seorang dari kalian masuk ke dalam WC untuk buang hajat, maka janganlah menghadapke arah kiblat membelakanginya. Hendaklah ia menghadap ke arah timurnya atau baratnya." (HR. Bukhari – Muslim)


Dan datang hadits lain bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi Wassallam melakukan hal tersebut , sebagaimana dari 'Abdullah bin 'Umar Radhiyallahu' anhuma bahwa beliau berkata, "Orang-orang berkata, "Jika kamu menunaikan hajatmu maka janganlah menghadap kiblatatau menghadap ke arah Baitul Maqdis." 'Abdullah bin 'Umar lalu berkata, "Pada suatu hari aku pernah naik atap rumah milik kami, lalu aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam buang hajat menghadap Baitul Maqdis di antara dua dinding. (HR. Bukhari – Muslim)


Maka para ulama berbeda pendapat menyikapi dua hadits ini, sebagian mengatakan berarti hukumnya hanya makruh bukan Haram, sebagian mengatakan bahwa hal tersebut dilarang apabila dilakukan di tempat terbuka, adapun apabila di dalam ruangan atau di balik dinding maka tidak mengapa, sebagian lainnya mengatakan bahwa apabila menghadap kiblat hukumnya haram adapun membelakanginya hanya makruh.


Wallahu A’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar