Berhati-hati dalam menvonis Kafir Seseorang

Beberapa perkara penting tentang Vonis Kafir




  1. Bahwa Vonis kafir adalah hak Allah , dan bukan hak selainnya. Baik vonis tersebut termaktub dalam Al-Qur’an maupun disampaikan melalui lisan Rasulullah Sholallahu alaihi wassalam . Sehingga tidak boleh seseorang menjadikan sesuatu perkara sebagai bentuk kekafiran dalam keadaan tidak datang nash dari Al-qur’an dan As-sunnah bahwa perkara tersebut adalah sebuah kekafiran.

  2. Ada perbedaan mendasar antara hukum terhadap ucapan, perbuatan dan keyakinan dengan hukum kekafiran  dengan vonis kekafiran terhadap individu tertentu. Oleh sebab itu seringkali seorang ulama  apabila ditanya tentang seseorang yang melakukan perbuatan yang tergolong perbuatan kekafiran, maka mereka menjawabnya dengan mengatakan : “Dia telah melakukan perbuatan kekafiran” dan tidaklah ulama tersebut terburu-buru menvonis dengan mengatakan “Dia telah kafir” . Karena vonis kekafiran terhadap individu tertentu tidaklah sembarangan.. Begitu juga para ulama  sering menggunakan istilah ketika ditanya tentang orang yang melakukan kegiatan kebid’ahan maka mereka menjawabnya dengan jawaban  : “Dia telah melakukan kebid’ahan” dan tidaklah mereka  terburu-buru menghukumi dengan kata-kata “Dia adalah seorang ahli bid’ah”

  3. Tidaklah seseorang  bisa dikafirkan kecuali apabila telah terpenuhi syarat-syaratnya dan telah terangkat penghalang-penghalang (udzur) dikafirkannya orang tersebut. .

  4. Yang berwenang untuk menjatuhkan vonis kafir terhadap individu tertentu adalah ulama-ulama yang memiliki keilmuan dan wara’ yang tinggi bukan setiap orang.


Dan sebagai tambahan penting yaitu apabila seseorang telah divonis kafir oleh para ulama, maka hal ini adalah persaksian kita di dunia yang berkaitan dengan muamalah kita bahwa dia adalah orang kafir. Sebagaimana ketika meninggal dia tidak dimandikan dan disholatkan, tidak boleh dibalas salamnya, tidak didoakan kepadanya ampunan, tidak boleh saling mewarisi dengan muslimin serta hukum-hukum lainnya yang berkaitan dengan hukum-hukum orang kafir. Adapun persaksian bahwa orang tersebut pasti masuk neraka, maka persaksian ini tidak benar. Dan inilah Aqidah Ahlussunnah, yaitu tidak meyakini bahwa individu tertentu adalah penghuni surga ataupun penghuni neraka kecuali dengan dalil yang datang dari Allah dan RasulNya. Wallahu a’lam


Sumber Catatan :


Taisirul Alam bitalkhis Syarhi Nawaqidil islam, Hanan Bintu Ali .


Majmu’ fatawa Ibnu Baaz (25/123) Dinukil dari Al-Qowaid Al-Allamah Ibnu Baaz, Abul Abbas Asy-Syihri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar