PERKARA-PERKARA YANG BUKAN TERMASUK PEMBATAL-PEMBATAL PUASA

PERKARA-PERKARA YANG BUKAN  TERMASUK PEMBATAL-PEMBATAL PUASA


Apabila ketika berkumur-kumur atau memasukkan air ke hidung kemudian air masuk kedalam tenggorokan secara tidak sengaja maka puasanya tidak menjadi batal. Ini adalah pendapat Imam Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, Hasan Al-Bashri, Ibnu Hazm dan  dan Ibnu Utsaimin Rahimahumullah. Berdasarkan firman Allah ta’ala :


وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُمْ بِهِ وَلَكِنْ مَا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا


Artinya : “ Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab : 5)


Meletakkan sesuatu di mulut baik makanan atau selainnya apabila ada kebutuhan seperti Mencicipi masakan atau mengunyahkan makanan untuk anak kecil tidak mengapa dan tidak membatalkan puasa, Ini adalah pendapat Ahmad, As-Syafi’i, dan Ibnu Hazm Rahimahumullah . Sebagaimana ibnu Abbas Radhiyallahu’ anhuma mengatakan :


“ Tidak mengapa mencicipi sayur atau sesuatu yang lain dalam keadaan puasa, selama tidak sampai ke tenggorokan" (Riwayat Bukhari secara mu'allaq Bab 25 Kitab As-Shiyam. Dihasankan oleh Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah dalam Al-Irwaul Ghalil No.4/85)


Dan tidak termasuk membatalkan puasa memasukkan obat melalui dubur, karena tidaklah ini dikatakan sebagai makan dan minum. Ini adalah pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Ibnu Hazm, Ibnu Utsaimin, Ibnu Baaz dan satu riwayat dari pendapat Imam Malik


Boleh menggunakan alat bantu pernapasan bagi yang mengalami penyakit sesak napas , karena bukanlah tergolong makan atau minum. ini adalah fatwa Ibnu Utsaimin.


Apabila mimpi bersenggama dalam keadaan sedang berpuasa maka puasanya tidak batal berdasarkan Ijma’,sebagaimana dinukil oleh Ibnu Abdil Baar, Imam An-Nawawi dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Ibnu Hazm dan Al-Hafidz.


Diperbolehkan mencium dan menyentuh  (memeluk) istri ketika sedang berpuasa, dalilnya adalah hadits Aisyah :


عن عائشة رضي الله عنها قالت كان رسول الله صلى الله عليه و سلم يقبل إحدى نسائه وهو صائم ثم تضحك


Artinya : Aisyah Radiyallahu' anha  berkata, : "Rasulullah pernah mencium salah seorang istri beliau, sedangkan beliau berpuasa." Kemudian Aisyah Radhiyallahu’ anha tertawa  (HR. Bukhori No. 1927 dan Muslim No. 1106)


Akan tetapi disyaratkan bahwa dia mampu menguasai dirinya, adapun apabila dia menganggap bahwa dirinya tidak akan mampu menguasai dirinya sehingga akan berakhir dengan hubungan badan maka hal ini tidak diperbolehkan. Ini adalah pendapat As-Syafi’i dan Ats-Tsauri Rahimahumallah . Sebagaimana dalam hadits Aisyah Radiyallahu' anha :


كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُ وَيُبَاشِرُ وَهُوَ صَائِمٌ وَكَانَ أَمْلَكَكُمْ لاِرْبِهِ


Artinya : Aisyah Radiyallahu' anha . berkata, : " Nabi mencium dan menyentuh/memeluk (istri beliau) padahal beliau berpuasa Dan beliau adalah orang yang paling mampu diantara kalian sekalian dalam menguasai terhadap hasrat (seksual) nya." (HR. Bukhori No. 1927 dan Muslim No. 1106)


Apabila mengecup dan mencium istri dengan niat sengaja untuk mengeluarkan mani atau madzi[1], maka apabila keluar maninya disebabkan perbuatannya tersebut maka puasanya batal. Ini adalah pendapat Imam As-Syaukani Rahimahullah .


Berbekam tidak membatalkan puasa atas pendapat yang shohih, ini adalah pendapat mayoritas ulama diantaranya adalah para sahabat yaitu : Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Ibnu Umar , Anas, Abu Sa’id, Ummu Salamah.  ini juga adalah pendapat Imam Malik, As-Syafi’i dan  Abu Hanifah,


Salah satu dalil pendapat ini adalah Hadits Ibnu Abbas Radiyallahu' anhuma  :


أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ احْتَجَمَ وَهُوَ مُحْرِمٌ وَاحْتَجَمَ وَهُوَ صَائِمٌ


Artinya : “Sesungguhnya Nabi Shalallahu ‘alahi wassallam berbekam dalam keadaan beliau sedang berihram dan berbekam dalam keadaan beliau berpuasa “ (HR. Bukhori No. 1938)


Dan tidak mengapa membasahi kepala dengan air, baik disebabkan panas ataupun haus. Sebagaimana Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam melakukannya ketika berpuasa.[2]


Mimisan dari hidung dan darah yang keluar dari sela-sela gigi tidak membatalkan puasa dikarenakan tidak adanya dalil yang menyatakan bahwa hal tersebut membatalkan. Ini adalah pendapat Madzhab Al-Hanabilah dan dikuatkan oleh Ibnu Baaz dan Ibnu Utsaimin Rahimahumullah


Donor darah tidak membatalkan puasa atas pendapat yang shohih, sebagaimana berbekam tidak membatalkan puasa atas pendapat yang shohih.  Akan tetapi sebagian ulama membuat perincian apabila donor darah dengan jumlah yang banyak, maka puasanya menjadi batal. Dan ini adalah fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin, Syaikh Ibnu Baaz dan Syaikh Al-Fauzan Rahimahmuullah .


Memakai celak boleh (mubah) bagi orang yang berpuasa, serta tidak pula makruh (dibenci). Ini adalah pendapat madzhab Imam As-Syafi’i dan pendapat Hasan Al-Bashri, An-Nakho’I, Al-Auza’i, Abu Hanifah Dan Abu Tsaur dan Pendapat ini dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah, Ibnu Utsaimin dan Ibnu Baaz Rahimahmuullah.


Obat tetes telinga tidak membatalkan puasa. Ini adalah Madzhab Ibnu Hazm dan pendapat ini dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Ibnu Baaz dan Ibnu Utsaimin Rahimahumullah . Karena obat tetes telinga tidak sampai ke tenggorokan tidak pula sampai ke perut.


Begitu juga obat tetes hidung dan mata tidak membatalkan puasa . Ini adalah pendapat kebanyakkan ulama ahli hadits, pendapat ini juga dikuatkan Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qoyyim. Akan tetapi apabila obat tetes hidung  sampai ke tenggorokan maka Malik dan As-Syafi’i menganggapnya sebagai sesuatu yang membatalkan.


Muntah tidak membatalkan puasa baik sengaja maupun tidak sengaja dikarenakan tidak adanya dalil yang shohih dan jelas yang menyatakan tentang batalnya orang yang muntah. Dan ini adalah pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, dan Abu Hurairah , Ikrimah, Rabi’ah. Abu Hanifah, Imam Bukhori dan pendapat ini dikuatkan oleh Syaikh Muqbil bin Hady, Ibnu Baaz dan Ibnu Utsaimin Rahimahumullah.


Memasukkan air ke dalam hidung ketika berwudhu diperbolehkan bagi yang sedang berpuasa akan tetapi tidak diperbolehkan melakukannya secara bersungguh-sungguh. Sebagaimana dalam hadits Laqieth bin Shabroh Radiyallahu' anhu , Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam bersabda  :


بالغ في الاستنشاق إلا أن تكون صائما


Artinya : “Bersungguh-sungguhlah beristinsyaq (memasukkan air ke hidung ketika berwudhu) kecuali engkau sedang dalam kedaan berpuasa” (HR. Ahmad (17863, 16380) An-Nasa’I dalam Al-Mujtaba’ (87) Dishohihkan oleh Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah dalam Shohih Sunan Abi Dawud dan Dihasankan oleh Al-Allamah Muqbil bin Hady Al-Wadi'i dalam Jami’us shohih (2/424))






[1] Madzi adalah cairan yang keluar dari kemaluan tanpa memancar, biasanya keluar apabila seseorang sedang dalam syahwat yang tinggi baik ketika sedang mengkhayal ataupun ketika hendak memulai senggama.


[2] Dalam Al-Muwatha’ 1/196, dari Abu Bakar dari Sahabat yang tidak diketahui namanya Radhiyallahu' anhuma.  Dishohihkan oleh Syaikh Muqbil bin Hady dalam Jami’us Shohih 2/427

Tidak ada komentar:

Posting Komentar