Perkara-perkara yang terkait dengan Iedul Fitri

Diharamkan berpuasa di hari iedul fitri dan iedul Adha, dinukil Ijma’ oleh Ibnul Mundzir, Imam An-Nawawi dan Ibnu Hajar dalam permasalahan ini. Berdasarkan hadits Abu Sa’id Al-Khudri, Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam bersabda :


نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ الْفِطْرِ وَالنَّحْرِ


Artinya : “ Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam melarang dari berpuasa di  hari Iedul Fitri dan Hari raya kurban (HR. Bukhori No. 1991)


Disunnahkan untuk memperbanyak takbir pada iedul fitri di jalan-jalan, rumah, mesjid dan tempat-tempat lainnya, Ini adalah pendapat Mayoritas ulama.


Berdasarkan firman Allah ta’ala :


وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ


Artinya :Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur” (QS. Al-Baqarah : 185)


Dan takbir pada iedul fitri dimulai ketika terbenamnya matahari pada hari terakhir Ramadhan karena hari pada saat itu telah genaplah bilangan Ramadhan dan kita diperintahkan untuk bertakbir sebagaimana dalam ayat. Ini adalah pendapat Ibnu Musayyib, Urwah, Abu Salamah, Zaid bin Aslam dan As-Syafi’i. Dan berhenti bertakbir iedul fitri ketika imam bangkit untuk menegakkan sholat ied. Ini adalah pendapat sebagian ulama diantaranya Ibnu Utsaimin Rahimahullah .


Dan disunnhakan juga bagi wanita untuk bertakbir akan tetapi dengan suara yang pelan sebagaimana disebutkan permasalahan ini oleh Ibnu Rajab.


Shohih dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu’ anhu bahwa lafadz takbir beliau adalah :


الله أكبر الله أكبر لا اله الا الله و الله أكبر الله أكبر و لله الحمد


Dan dalam riwayat Ibnu Abi Syaibah sebelum lafadz لا اله الا الله beliau bertakbir tiga kali bukan dua kali.


Dan shohih dari Ibnu Abbas Radhiyallahu’ anhuma, bahwa lafadz takbir beliau ketika ied adalah :


الله أكبر كبيرا الله أكبر كبيرا الله أكبر و أجل الله أكبر و لله الحمد


Dan shohih dari Salman Radhiyallahu’ anhu , lafadz takbir beliau :


اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ مرارا, اللَّهُمَّ أَنْتَ أَعْلَى ، وَأَجَلُّ مِنْ أَنْ تَكُونَ لَك صَاحِبَةٌ أَوْ يَكُونَ لَك وَلَدٌ أَوْ يَكُونَ لَك شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ أَوْ يَكُونَ لَك وَلِيٌّ مِنْ الذُّلِّ وَكَبِّرْهُ تَكْبِيرًا اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا اللَّهُمَّ ارْحَمْنَا


Akan tetapi karena tidak ada dalil yang shohih dan jelas yang datang dari Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam tentang lafadz takbir ketika hari ied maka boleh bertakbir dengan berbagai macam lafadz takbir yang mengagungkan Allah dan yang lebih utama untuk mengambil dari tiga lafadz yang shohih dari sahabat yang telah disebutkan.


Dan tidak ada juga batasan jumlah lafadz takbir yang shohih dari Rasulullah, sehingga boleh bertarkbir dengan jumlah genap atau ganjil, banyak atau sedikit. Ini adalah pendapat Hammad, Ahmad, dan juga Malik sebagaimana dinukil Ibnul Mundzir.


Disunnahkan untuk makan sebelum berangkat menuju sholat iedul fitri. Ini adalah pendapat Mayoritas ulama diantaranya adalah Malik, Ahmad, As-Syafi’i, Abu Hanifah, Ats-tsauri . Berdasarkan hadits Anas Radhiyallahu’ anhu :


انَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لآ يَغْدُو يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ تَمَرَاتٍ


Artinya : “Sesungguhnya Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam tidak berangkat (menuju sholat) pada hari iedul fitri sampai beliau memakan beberapa butir kurma” (HR. Buhori No. 953)


Disunnahkan pula menggunakan pakaian terbaik yang dimiliki dengan syarat pakaian tersebut tidak melanggar syariat Allah . sebagaimana dalam hadits Ibnu Umar Radhiyallahu’ anhu :


أَخَذَ عُمَرُ جُبَّةً مِنْ إِسْتَبْرَقٍ تُبَاعُ فِي السُّوقِ فَأَخَذَهَا فَأَتَى بِهَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ابْتَعْ هَذِهِ تَجَمَّلْ بِهَا لِلْعِيدِ وَالْوُفُودِ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا هَذِهِ لِبَاسُ مَنْ لآ خَلاقَ لَهُ


Artinya : Umar mengambil jubah terbuat dari sutera yang dijual  di pasar, kemudian beliau Umar mengambilnya dan membawanya kepada Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam . Kemudian ia berkata, "Wahai Rasulullah, alangkah baiknya seandainya engkau membeli jubah ini untuk engkau berhias pada hari raya dan apabila ada utusan datang kepada engkau.” Beliau bersabda, "Sesungguhnya pakaian ini adalah untuk yang tidak mendapatkannya (di akhirat)” (HR. Bukhori No. 948 dan Muslim No. 2068)


Para sahabat Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam apabila saling bertemu pada hari ied mereka saling mengucapkan :


تقبل الله منا ومنك


Artinya : “Semoga Allah menerima (amalan) dari kami dan dari engkau” (Datang dari Jubair bin Nufair Radhiyallahu’ anhu dihasankan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bar’i)


Termasuk dari sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam adalah ketika pulang dari tempat sholat ied melalui jalan yang berbeda ketika berangkat. Ini adalah pendapat Malik, Ats-Tsauri, As-Syafi’i dan Ahmad. Berdasarkan hadits Jabir Radhiyallahu’ anhu :


انَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ يَوْمُ عِيدٍ خَالَفَ الطَّرِيقَ


Artinya : Sesungguhnya Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam  apabila hari ied beliau menyelisihi jalan” (HR. Bukhari No. 986 )


Disunnahkan untuk bersenang-senang dengan makan dan minum serta berbagai kegiatan yang menyenangkan selama tidak sampai terjatuh dalam kemaksiatan. Sebagaimana dalam hadits Aisyah Radhiyallahu’ anha :


دخل علي أبو بكر وعندي جاريتان من جواري الأنصار تغنيان بما تقاولت به الأنصار يوم بعاث قالت وليستا بمغنيتين فقال أبو بكر أبمزمور الشيطان في بيت رسول الله صلى الله عليه و سلم ؟ وذلك في يوم عيد فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم يا أبا بكر إن لكل قوم عيدا وهذا عيدنا


Artinya : "Abu Bakar masuk padaku, dan di sisiku ada dua anak wanita dari gadis-gadis Anshar Mereka menyanyi dengan nyanyian dengan apa yang diucapkan oleh wanita-wanita Anshar pada hari Perang Bu'ats [1] sedang keduanya bukan penyanyi. Maka Abu Bakar berkata : “ Apakah Seruling setan di rumah Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam ?” dan saat itu adalah hari ied. Maka nabi Shalallahu ‘alahi wassallam bersabda, : “ Wahai Abu Bakar! Sesungguhnya setiap kaum meiliki hari ied (hari raya), dan  hari ini adalah hari raya kita.' (HR. Bukhari No. 909 dan Muslim No. 892)


Dan diperbolehkannya memukul rebana dan bernyanyi pada hadits ini tidak secara mutlak diperbolehkan di setiap waktu dan dengan berbagai cara, bahkan ada syarat-syarat yang telah disebutkan ulama. Diantaranya :


Pertama : Diperbolehkan untuk memukul rebana bagi wanita dan bernyanyi hanya bagi anak-anak wanita yang mereka pada asalnya bukan penyanyi, sebagaimana dalam hadits Aisyah Radhiyallahu’ anhu dalam riwayat yang lain tentang kedua anak wanita yang menyanyi di sisi beliau :


وليستا بمغنيتين


Artinya : “Dan bukanlah mereka berdua para penyanyi(HR. Muslim No.892)


Adapun laki-laki maka diharamkan memukul rebana, karena menyerupai para wanita. Ini adalah pendapat mayoritas ulama, sebagaimana dinukil oleh Ibnu Rajab.


Kedua : Diperbolahkan memukul rebana hanya pada hari ied, pernikahan dan sejenisnya dan tidak diperbolehkan setiap waktu. Ini adalah pendapat Al-Auza’i , kebanyakkan Al-Hanabilah dan diriwayatkan pendapat ini dari Umar bin Abdul Aziz.


Ketiga : Nyanyian yang diperbolehkan adalah yang berasal dari kalangan Arab, bukan nyanyian yang berasal dari negeri-negeri selain arab. Karena nyanyian kaum arab berbeda dengan yang dikenal sebagai nyanyian di kalangan kaum selain arab.


Keempat : Dalam nyanyian tidak ada ucapan-ucapan yang melanggar syariat, seperti ucapan-ucapan fasiq dan gambaran tentang bentuk tubuh wanita dan selainnya.


Kelima : Dikhususkan dengan rebana yang dikenal di kalangan arab dan tidak boleh menggunakan alat musik yang dikenal di kalangan selain arab seperti gitar,piano dll. Dan telah dinukil Ijm’a dalam haramnya alat musik, silahkan lihat kitab Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah “ Haramnya alat-alat musik”


Dan hendaknya seorang muslim berhati-hati dalam permasalahan ini serta tidak bermudah-mudah di dalamnya, sungguh Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam telah memperingatkan bahwa kelak akan ada dari umatnya yang menghalalkan musik dalam keadaan perkara tersebut adalah haram. Sebagaimana dalam hadits Abu Amir Radhiyallahu’ anhu , Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam bersabda :


ليكونن من أمتي أقوام يستحلون الحر والحرير والخمر والمعازف


Artinya : “Sungguh kelak akan ada dari umatku yang menghalalkan zina, sutera, minuman keras dan alat-alat musik” (HR. Bukhari No. 5268)


Juga dalam hadits yang lain menunjukkan tentang bolehnya bermain-main pada hari ied, adalah hadits Aisyah tentang hari raya (HR. Muslim No. 907)


Tidak ada dalil yang shohih dari Nabi bahwa beliau mandi ketika hendak melaksanakan sholat Ied dan yang shohih adalah atsar dari Ali Bin Abi thalib Radhiyallahu’ anhu bahwa beliau berfatwa tentang mandi pada hari ied (riwayat Al-Baihaqi 3/278) dan juga shohih dari perbuatan Ibnu Umar Radhiyallahu’ anhuma (Dalam riwayat Al-Muwathaa , Imam Malik)


Walaupun tidak shohih dari Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam , akan tetapi sebagian ulama berpendapat lebih dicintai untuk mandi ketika menuju sholat Ied, diantara mereka adalah Malik, As-Syafi’i, Urwah, As-Sya’bi, Qatadah, Abu Zinad, dan Ibnul Mudzir. Mereka berdalil dengan hadits-hadits tentang mandi ied [2] serta atsar dari para sahabat. Berkata Ibnu Qudamah : “ Karena pada hari itu manusia berkumpul untuk sholat, maka lebih dicintai mandi sebagaimana pada hari jum’at” (Al-Mughni 3/256/257)









[1] Perang antara suku Aus dan Khazraj, terjadi sebelum masa Islam.


[2] Semuanya Lemah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar