SHOLAT TARAWIH

SHOLAT TARAWIH


Sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam dalam sholat tarawih di bulan Ramadhan adalah sebanyak 11 rakaat, sebagaimana dalam hadits Aisyah Radhiyallahu’ anha :


مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً


Artinya : “Tidaklah Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam menambah pada Ramadhan atau selain bulan Ramadhan dari 11 raka’at (sholat malam)(HR. Bukhori No. 1147 dan Muslim No. 738)


Dan dalam riwayat yang lain beliau (Aisyah Radhiyallahu’ anha) berkata :


كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي مِنْ اللَّيْلِ ثَلاثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً مِنْهَا الْوِتْرُ وَرَكْعَتَا الْفَجْرِ.


Artinya : “Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam sholat pada malam hari 13 Raka’at termasuk di dalamnya sholat witir dan dua rakaat Sholat Fajar” (HR.  Bukhari No. 1140)


Begitu juga yang memperkuat pendapat ini adalah perintah Umar bin khatab ketika menghidupkan kembali sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam dalam tarawih berjama’ah , beliau memerintahkan untuk ditegakkan dengan sebelas raka’at. Sebagaimana dalam Muwatha Malik (1/115) :


أمر عمر بن الخطاب أبي بن كعب وتميما الداري أن يقوما للناس بإحدى عشرة ركعة


Artinya : “Umar bin Khatab memerintahkan Ubay bin Ka’ab dan Tamim Ad-Daari untuk mengimami manusia dengan sebelas raka’at” (Dishohihkan oleh Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah dalam Sholat tarawih 1/63)


Dan disunnahkan untuk melakukan sholat tarawih secara berjama’ah. Ini adalah pendapat mayoritas ulama. Karena pada awalnya Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam melakukannya secara berjama’ah kemudian beliau meninggalkannya karena beliau khawatiir akan diwajibkan atas umatnya. Sebagaimana dalam hadits Aisyah Radhiyallahu’ anha:


أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى ذَاتَ لَيْلَةٍ فِي الْمَسْجِدِ فَصَلَّى بِصَلاتِهِ نَاسٌ ثُمَّ صَلَّى مِنْ الْقَابِلَةِ فَكَثُرَ النَّاسُ ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنْ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ أَوْ الرَّابِعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ وَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنْ الْخُرُوجِ إِلَيْكُمْ إِلا أَنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ وَذَلِكَ فِي رَمَضَانَ.


Artinya : “Sesungguhnya Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam sholat di Mesjid pada satu malam maka sholat bersama beliau manusia (para sahabat), kemudian beliau sholat pada malam berikutnya maka manusia semakin banyak, kemudian mereka berkumpul pada malam ketiga atau keempat. Maka Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam tidak keluar kepada mereka dan ketika shubuh beliau berkata : “Sungguh aku telah melihat apa yang kalian kerjakan maka tidak ada yang menghalangiku untuk keluar kepada kalian kecuali aku khawatir akan diwajibkan kepada kalian “ Dan saat itu adalah bulan Ramadhan” (HR. Bukhori No. 1129 dan Muslim No. 761)


Dan kini Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam telah wafat dan wahyu telah terputus, yakni maknanya hukum syariat telah telah tetap dan tidak akan berubah sehingga tidak perlu lagi ditakutkan bahwa sholat tarawih akan menjadi wajib bagi kaum muslimin. Sehingga sholat tarawih secara berjama’ah menjadi sunnah yang harus dihidupkan sebagaimana Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam memulai sunnah ini untuk pertama kali.


Dan kemudian sunnah sholat tarawih berjama’ah ini dihidupkan kembali oleh Umar Bin Khatab Radhiyallahu’ anhu . [1]Dan dalam hadits yang shohih, Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam bersabda :


إن الرجل إذا صلى مع الإمام حتى ينصرف حسب له قيام الليلة


Artinya : “ Sesungguhnya Seorang laki-laki apabila dia sholat bersama Imam sampai (imam) pergi (selesai) , maka dihitung baginya sholat satu malam penuh” (HR. Abu Dawud 1375 Dari Abu Dzar Rhadiyallahu’ anhu, Dishohihkan oleh Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah dalam Al-Irwaul Ghalil No. 447)


Berikut beberapa cara pelaksanaan Sholat malam Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam atau yang di bulan Ramadhan dikenal dengan sholat tarawih :


Pertama : Dilaksanakan dua raka’at , dua raka’at dan terakhir ditutup dengan sholat witir satu raka’at. Tata cara inilah yang menurut ulama yang lebih diutamakan untuk sering dikerjakan sebagaimana Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam sering mengerjakannya dengan tata cara seperti ini. Sebagaimana dalam hadits Ibnu Umar Radhiyallahu’ anhuma , Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam bersabda tentang sholat malam.


مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا خَشِيتَ الصُّبْحَ فَأَوْتِرْ بِوَاحِدَةٍ تُوتِرُ لَكَ مَا قَدْ صَلَّيْتَ


Artinya : “ Dua raka’at - dua rakaat , maka apabila ditakutkan subuh akan segera tiba maka berwitirlah dengan satu raka’at . Maka itu telah menjadi witir untukmu atas segala yang telah engkau kerjakan (sholat) “ (HR. Bukhori No. 473 dan Muslim No. 749)


Kedua : Sholat empat raka’at dengan sekali salam, kemudian empat raka’at dengan sekali salam kemudian sholat witir dengan 3 raka’at. Sebagaimana dalam hadits Aisyah Radhiyallahu’ anha :


يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلاثًا


Artinya : “ Beliau sholat empat raka’at, maka janganlah engkau bertanya tentang bagus dan panjang sholat (tersebut). Kemudian beliau sholat empat raka’at, maka janganlah engkau bertanya tentang bagus dan panjang sholat (tersebut) kemudian beliau sholat tiga raka’at “ (HR. Bukhori No. 1147 dan Muslim No. 738)


Apabila hendak melakukan sholat witir 3 raka’at maka yang lebih utama adalah melakukannya dengan cara sholat dua raka’at kemudian salam kemudian menyelesaikannya dengan satu raka’at. Ini adalah pendapat mayoritas ulama, adapun apabila langsung mengerjakannya tiga raka’at dengan sekali salam maka tidak mengapa.


Dan termasuk dari sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam setelah membaca Al-Fatihah pada tiga raka’at witir maka membaca Surat Al-A’la’ kemudian pada raka’at kedua Surat Al-Kafirun dan pada raka’at ketiga Surat Al-Ikhlas. Sebagaimana dalam hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu’ anhuma :


كان النبي صلى الله عليه وسلم يقرأ في الوتر بسبح اسم ربك الأعلى وقل يا أيها الكافرون وقل هو الله أحد


Artinya : “Rasulullah membaca pada sholat witir بسبح اسم ربك kemudian قل يا أيها الكافرون dan قل هو الله أحد


Hadits Ini dishohihkan oleh Al-Allamah Al-Albani Rahimahullah dalam Shohih Sunan Ibnu Majah No. 1172


Ada beberapa tata cara sholat malam Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam yang belum disebutkan disini, dan disebutkan disini dua tata cara saja secara ringkas.


Dan disunnahkan untuk memperpanjang sholat sebagaimana dalam hadits Aisyah Radhiyallahu’ anha :


يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلاثًا


Artinya : “ Beliau sholat empat raka’at, maka janganlah engkau bertanya tentang bagus dan panjang sholat (tersebut). Kemudian beliau sholat empat raka’at, maka janganlah engkau bertanya tentang bagus dan panjang sholat (tersebut) kemudian beliau sholat tiga raka’at “ (HR. Bukhori No. 1147 dan Muslim No. 738)


Akan tetapi bagi yang menjadi Imam bagi kaum muslimin hendaknya memperhatikan yang sholat di belakangnya, jangan mengukur berdasarkan kemampuan diri sendiri. Berdasarkan hadits Abu Hurairah , Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam bersabda :


إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ لِلنَّاسِ فَلْيُخَفِّفْ فَإِنَّ مِنْهُمْ الضَّعِيفَ وَالسَّقِيمَ وَالْكَبِيرَ وَإِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ لِنَفْسِهِ فَلْيُطَوِّلْ مَا شَاءَ


Artinya : “ Apabila salah seorang kalian sholat untuk manusia (menjadi Imam) maka ringankanlah karena sesungguhnya diantara mereka ada orang-orang yang lemah,orang sakit dan orang lanjut usia. Dan apabila salah seorang dari kalian sholat untuk dirinya sendiri maka panjangkanlah sesuai keinginannya“ (HR. Bukhori No. 703)


Dan disunnahkan memulai dengan dua raka’at yang ringan (pendek) sebagaimana dalam hadits Aisyah :


كان رسول الله صلى الله عليه و سلم إذا قام من الليل ليصلي افتتح صلاته بركعتين خفيفتين


Artinya :Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassallam apabila sholat pada malam hari beliau memulai sholatnya dengan dua raka’at yang ringan” (HR. Muslim No. 767)






[1] Riwayat Bukhari No. 1906

Tidak ada komentar:

Posting Komentar